BPBD Lebong Imbau Warga Waspada Kemarau Basah hingga Februari 2026

Plt Kepala BPBD Lebong, Tantawi, SP,-foto :adrian roseple/radarlebong-
RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lebong mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi bencana alam di tengah kondisi cuaca yang tidak menentu.
Hal ini menyusul prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang menyatakan bahwa fenomena musim kemarau basah atau cuaca ekstrem akan berlangsung cukup lama, yakni sejak Agustus 2025 hingga Februari 2026 mendatang.
"Musim kemarau basah diperkirakan akan berlangsung sampai Febuari 2026 mendatang, sehingga diimbau kepada seluruh masyarakat agar tetap meningkatkan kewaspadaan terhadap bencana alam yang kapan saja bisa terjadi," kata Plt Kepala BPBD Lebong, Tantawi, SP, pada Rabu (17/9).
Ia menjelaskan bahwa kemarau basah merupakan kondisi khusus yang ditandai dengan tetap turunnya hujan meski sudah memasuki periode musim kering.
BACA JUGA:Tunggakan Pajak Kendis Pemkab Lebong Capai Rp 1,5 Miliar
Ciri-ciri yang bisa dirasakan masyarakat antara lain hujan ringan hingga sedang yang masih sering terjadi, kelembapan udara tetap tinggi, tanaman tumbuh subur tanpa perlu penyiraman intensif, sungai maupun embung tidak mengalami kekeringan ekstrem, serta langit lebih sering berawan dibandingkan biasanya.
Menurut Tantawi, kondisi ini harus menjadi perhatian bersama karena dapat memicu bencana alam, terutama banjir, angin puting beliung, dan tanah longsor. Wilayah Lebong yang memiliki topografi pegunungan dan aliran sungai besar dinilai cukup rentan terhadap dampak kemarau basah.
"Kami meminta masyarakat tidak menganggap enteng fenomena ini. Cuaca yang tidak menentu bisa menimbulkan bencana kapan saja, sehingga kewaspadaan adalah kunci untuk meminimalisasi risiko," jelasnya.
Lebih lanjut, BPBD Lebong telah menyiapkan langkah antisipasi dengan memperkuat koordinasi bersama instansi terkait, mulai dari pemerintah desa, aparat keamanan, hingga kelompok siaga bencana di tingkat masyarakat. Sosialisasi dan pemetaan daerah rawan juga dilakukan untuk memastikan warga lebih siap menghadapi kemungkinan terburuk.
"Kami mengimbau masyarakat yang tinggal di bantaran sungai maupun daerah perbukitan agar ekstra hati-hati, terutama saat curah hujan meningkat," tambah Tantawi.
Selain itu, ia juga mengingatkan bahwa dampak kemarau basah tidak hanya berupa potensi bencana, tetapi juga bisa memengaruhi kehidupan sehari-hari masyarakat.
Aktivitas pertanian, misalnya, bisa terdampak dengan adanya hujan yang justru datang di musim kemarau. Meskipun tanaman tetap tumbuh subur, kelembapan berlebih berpotensi menimbulkan serangan hama dan penyakit. Begitu pula dengan aktivitas ekonomi, transportasi, hingga kesehatan masyarakat yang rentan terganggu akibat cuaca ekstrem.
Tantawi menegaskan, upaya mitigasi dan kesiapsiagaan harus dilakukan secara bersama-sama. Pemerintah daerah tidak dapat bekerja sendiri tanpa dukungan masyarakat. Oleh karena itu, partisipasi warga sangat dibutuhkan, mulai dari menjaga kebersihan lingkungan, tidak membuang sampah sembarangan di aliran sungai, hingga melaporkan setiap tanda-tanda bencana lebih awal.
"Kita berdoa agar Lebong terhindar dari bencana besar, namun kita juga harus menyiapkan langkah-langkah antisipasi agar tidak ada korban jiwa dan kerugian besar," pungkas Tantawi.