RUU KUHAP segera Dibawa ke Rapat Paripurna DPR untuk Disahkan
Ketua Komisi III DPR Habiburokhman soal RUU KUHAP. -Foto: Dokumentasi Humas DPR RI-
JAKARTA.RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat bersama pemerintah menyepakati membawa Revisi Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) ke pembicaraan tingkat II pada Rapat Paripurna DPR untuk disahkan.
Hal itu setelah diputuskan dalam rapat pleno pengambilan keputusan tingkat I di Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/11).
"Kami meminta persetujuan kepada anggota Komisi III dan pemerintah apakah naskah RUU KUHAP dapat dilanjutkan pada pembicaraan tingkat dua, yaitu pengambilan keputusan atas RUU KUHAP yang akan dijadwalkan pada Rapat pParipurna DPR terdekat," tanya Ketua Komisi III DPR Habiburokhman.
Para legislator yang hadir rapat kemudian kompak menjawab setuju. RUU KUHAP akan disahkan dalam Rapat Paripurna pada Selasa (18/11).
Sebelum rapat pengambilan keputusan, Komisi III DPR terlebih dahulu mendengarkan pandangan dari seluruh fraksi dalam panitia kerja (panja).
Delapan fraksi di DPR menyetujui RUU KUHAP segera disahkan menjadi UU dalam rapat paripurna tersebut.
Habiburokhman sempat mengungkap 14 substansi yang muncul dalam RUU KUHAP yang akan dibawa ke Rapat Paripurna DPR:
1. Penyesuaian hukum acara pidana, dan dengan memperhatikan perkembangan hukum nasional dan internasional.
2. Penyesuaian pengaturan hukum acara pidana dengan nilai nilai KUHP baru yang menekankan orientasi restoratif, rehabilitatif, restitutif guna mewujudkan pemulihan keadilan substansi dan hubungan sosial antara pelaku, korban, dan masyarakat.
3. Penegasan prinsip diferensi fungsional dalam sistem penilaian pidana, yaitu pembagian peran yang proposional antara penyidik, penuntut umum, hakim, advokat dan pemimpin kemasyarakatan untuk menjadi profesionalitas dan akuntabilitas.
4. Perbaikan pengaturan mengenai kewenangan penyelidik, penyidik dan penuntut umum serta penguatan koordinasi antarlembaga guna meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas sistem peradilan pidana.
5. Penguatan hak-hak tersangka, terdakwa korban, saksi termasuk hak atas bantuan hukum pendampingan advokat, hak atas peradilan yang adil dan tidak memihak serta perlindungan terhadap ancaman intimidasi atau kekerasan dalam setiap tahap penegakan hukum.
6. Penguatan peran advokat sebagai bagian integral dalam sistem peradilan pidana mencakup kewajiban pendampingan advokat terhadap tersangka dan atau terdakwa dalam setiap tahap pemeriksaan. Penegasan kewajiban negara untuk memberikan bantuan hukum cuma-cuma bagi pihak tertentu dan perlindungan terhadap advokat dalam menjalankan tugas dan profesinya.
7. Pengaturan mekanisme keadilan restoratif atau restoratif justice sebagai alternatif penyelesaian perkara pidana luar pengadilan yang dapat dilakukan sejak tahap penyelidikan hingga pemeriksaan di pengadilan.