Hukum Mencicipi Makanan Ketika Berpuasa Walaupun Sedikit, Apakah Batal?

Ilustrasi mencicipi makanan saat puasa.-foto: net-

Diperbolehkannya mencicipi makanan saat puasa dengan catatan adanya hajat atau keperluan juga diterangkan dalam buku ‘Kitab Lengkap dan Praktis Fiqh Wanita’ oleh Abdul Syukur Al-Azizi, bahwa mayoritas ulama sepakat bahwa mencicipi makanan diperbolehkan selama berpuasa dengan cara menempatkannya di ujung lidah. Kemudian setiap orang harus berhati-hati agar makanan tersebut tidak tertelan.

Lebih lanjut, Ibnu Taimiyah memberikan pandangan mencicipi makanan dimakruhkan apabila tidak ada hajat. Apabila ada hajat atau keperluan, maka hukumnya serupa dengan berkumur-kumur saat berpuasa atau diperbolehkan.

Hukum Mencicipi Makanan Saat Puasa Menurut Sejumlah Mazhab

Selanjutnya ada hukum mencicipi makanan saat puasa yang didasarkan dari sejumlah mazhab. Melalui penjelasan ini dapat menjadi pertimbangan bagi setiap muslim agar lebih memperhatikan lagi perkara tersebut. Dihimpun dari buku ‘Tanya Jawab Seputar Fikih Wanita Empat Mazhab’ karya A R Shohibul Ulum, bahwa terdapat pendapat dari empat mazhab yang menerangkan perkara mencicipi makanan saat puasa. Berikut uraian singkatnya.

1. Mazhab Hanafi

Pandangan pertama berasal dari mazhab Hanafi yang memakruhkan mencicipi makanan bagi orang berpuasa apabila sampai ke dalam perutnya. Ini berlaku bagi puasa wajib maupun sunnah.

Kemudian menurut mazhab Hanafi, saat keadaan darurat seseorang boleh mencicipi makanan sekadar untuk mengetahui garamnya. Salah satu yang disoroti adalah seorang perempuan yang memasak.

2. Mazhab Maliki

Selanjutnya, orang yang sedang berpuasa dan mencicipi makanan dianggap makruh dalam mazhab Maliki. Saat mencicipinya, orang tersebut harus meludahkannya kembali agar tidak sampai masuk ke dalam kerongkongan.

Apabila makanan masuk ke dalam kerongkongan tanpa disengaja, maka wajib mengqadha puasanya. Sebaliknya, saat makanan sengaja dimasukkan hingga ke dalam kerongkongan, maka orang tersebut wajib mengqadha dan membayar kafarat puasa Ramadhan di kemudian hari.

3. Mazhab Syafi’i

Kemudian ada pandangan dari mazhab Syafi’i yang turut memakruhkan mencicipi makanan saat puasa tanpa adanya hajat atau keperluan. Diumpamakan seorang tukang roti dan sebagainya, maka mencicipi makanan tidaklah makruh.

4. Mazhab Hanabi

Serupa dengan mazhab sebelumnya, melalui mazhab Hanabi juga dimakruhkan mencicipi makanan tanpa adanya suatu keperluan yang mendesak. Sebaliknya, apabila sangat diperlukan, maka hukumnya tidak makruh.

Salah satu pandangan yang menjadi acuan bagi mazhab Hanabi berasal dari Ibnu ‘Uqail. Dikatakan bahwa:

Tag
Share