Benarkah Kepala BKN Merendahkan PPPK? Yuk, Baca Naskah Akademik RUU Revisi UU ASN

Kepala BKN Zudan Arif Fakrulloh dinilai merendahkan PPPK. Ilustrasi -Foto: Humas KemenPANRB-
Dengan pembagian tersebut maka UU ASN tidak hanya mengenal pegawai pemerintah sebagai pegawai tetap, yaitu PNS, akan tetapi juga mulai memperkenalkan sebuah sistem kepegawaian baru berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu/kontrak, yaitu PPPK.
Namun demikian, UUASN sama sekali tidak menjelaskan alasan dan kriteria mengenai pembagian manajeman kepagawaian menjadi manajeman PNS dan PPPK. Seharusnya terdapat pembedaan berdasarkan sifat dan jenis pekerjaan.
UU Ketenagakerjaan dalam hal ini mengatur bahwa Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
Dengan demikian, seseorang hanya dapat menjadi pegawai kontrak untuk masa keseluruhan paling lama 3 (tiga) tahun.
Batas waktu 3 (tiga) tahun inilah yang menjadi ukuran dari sifat kesementaraan sebuah pekerjaan, sehingga apabila sebuah pekerjaan dianggap tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun, maka pekerjaan itu menjadi bersifat tetap.
Karena UU ASN tidak memberikan jenis dan sifat pekerjaan bagi PPPK, bisa saja seseorang dengan status PPPK nantinya menjadi pegawai kontrak namun untuk pekerjaan yang sebenarnya bersifat tetap.
Dalam perspektif filosofis, perubahan sistem kepegawaian menjadi PNS dan PPPK, pada dasarnya telah melanggar beberapa asas penyelenggaraan ASN yang dianut oleh UUASN sendiri, yaitu asas keadilan hukum dan kepastian hukum, karena adanya perlakuan yang tidak adil terhadap PPPK dibandingkan dengan PNS.
Pembagian pegawai tetap dan kontrak menurut UU ASN lebih buruk dan menyimpang dari pembagian pegawai tetap dan kontrak yang selama ini dikenal di dalam sistem ketenagakerjaan Indonesia, dalam hal ini sistem ketenagakerjaan menurut UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Menurut UU Ketenagakerjaan 2003, perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :
a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
b. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
c. pekerjaan yang bersifat musiman; atau
d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.”
Lebih jauh lagi, UU Ketenagakerjaan 2003 secara tegas menyatakan bahwa Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
Hal ini menegaskan bahwa satu-satunya dasar bagi pembuatan pegawai kontrak menurut UU Ketenagakerjaan 2003 adalah adanya sifat dan jenis pekerjaan yang sementara.