KPK Tetap Bisa Menyikat Direksi dan Komisaris BUMN, Ini Celah Hukumnya

Minggu 11 May 2025 - 00:09 WIB

RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan menilai aparat penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap bisa menyikat direksi dan komisaris BUMN secara hukum bila kejahatan yang merugikan keuangan negara.

Chandra mengatakan bahwa Pasal 9G dalam UU BUMN terbaru (UU Nomor 1 Tahun 2025) berbunyi: "Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara".

UU Nomor 1 Tahun 2025 merupakan peraturan perundang-undangan yang baru ditetapkan, dan berlaku sejak 24 Februari 2025. UU tersebut mengubah UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. 

 Di sisi lain, katanya, salah satu objek yang ditindak oleh KPK adalah penyelenggara negara yang melakukan tindak pidana korupsi.

"Meskipun direksi dan Komisaris BUMN bukan penyelenggara negara, aparat penegak hukum tetap dapat melakukan proses pemeriksaan melalui celah hukum 'kerugian keuangan negara'," kata Chandra melalui keterangan tertulis, Sabtu (10/5/2025).

Dia menjelaskan bahwa direksi dan komisaris BUMN tetap dapat diproses hukum apabila dalam pengambilan kebijakan korporasinya melanggar prinsip-prinsip sebagaimana terdapat dalam doktrin "business judgement rule", sehingga mengakibatkan "kerugian keuangan negara". 

Menurut Chandra, kerugian keuangan negara terjadi apabila terdapat persekongkolan atau permufakatan jahat dalam pengelolaan uang negara seperti penyertaan modal negara atau PMN.

"Kemudian bila ditemukan ada penyelewengan maka direksi maupun komisaris BUMN tetap dapat diusut," ucapnya. 

Cara menentukan kerugian negara yaitu terdapat lembaga yang berwenang menentukan kerugian negara yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dia menyebut wewenang KPK dalam membuktikan kerugian negara dapat dilihat dalam pertimbangan hukum Putusan MK No. 31/PUU-X/2012 di mana Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa KPK bukan hanya dapat berkoordinasi dengan BPKP dan BPK dalam rangka pembuktian suatu tindak pidana korupsi, melainkan dapat juga berkoordinasi dengan instansi lain, bahkan bisa membuktikan sendiri di luar temuan BPKP dan BPK.

Misalnya, kata dia, dengan mengundang ahli atau dengan meminta bahan dari inspektorat jenderal atau badan yang mempunyai fungsi yang sama dengan itu dari masing-masing instansi pemerintah.

"Termasuk dari pihak-pihak lain (termasuk dari perusahaan), yang dapat menunjukkan kebenaran materiil dalam penghitungan kerugian keuangan negara dan/atau dapat membuktikan perkara yang sedang ditanganinya," kata Chandra. (jp)

Kategori :