Server PDNS Diretas, Ini 3 Rekomendasi Pusat Studi dan Analisa Keamanan Indonesia

Direktur Eksekutif Pusat Studi dan Analisa Keamanan Indonesia (PUSAKA) Adhe Nuansa Wibisono menyampaikan tiga rekomendasi pendekatan dalam merespons insiden peretasan server Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2. -Foto: Dokumentasi Pusaka-

RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Server Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 yang dikelola Kemenkominfo dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) diretas sejak Kamis (20/6) dan belum pulih sepenuhnya hingga hari ini.

PDNS 2 dilaporkan mengalami peretasan yang berdampak pada terganggunya akses data 282 data kementerian, lembaga, dan instansi daerah.

Penyerangan tersebut dilakukan kelompok hacker LockBit 3.0 yang meminta tebusan senilai USD 8 juta atau setara Rp 131 miliar.

Pemerintah diketahui hanya memiliki cadangan data sekitar 2 persen.

Kemenkominfo dan BSSN yang bertanggung jawab atas PDN tersebut dinilai gagal menjaga objek vital dan strategis tersebut menyebabkan potensi kerugian negara hingga triliunan rupiah.

Menanggapi hal ini, Direktur Eksekutif Pusat Studi dan Analisa Keamanan Indonesia (PUSAKA) Adhe Nuansa Wibisono menyampaikan tiga rekomendasi pendekatan dalam merespons insiden peretasan data PDNS tersebut.

Rekomendasi pertama adalah mendorong pemerintah untuk segera mengadopsi standar keamanan yang ketat untuk semua sistem infomasi lembaga pemerintahan.

“Hal ini mencakup pembaruan perangkat lunak secara berkala, penggunaan sistem enkripsi yang kuat dan penerapan teknologi canggih untuk mendeteksi dan merespons ancaman dan serangan siber," kata Wibisono dalam keterangannya, Selasa (2/7).

Wibisono menyampaikan rekomendasi kedua, yakni perlu dilakukan evaluasi kebijakan sentralisasi data pemerintah pusat.

“Desentralisasi penyimpanan dengan menggunakan platform cloud yang kredibel harus dilakukan untuk mengurangi risiko ransomware dalam skala besar seperti yang terjadi dalam kasus ini," tegas jebolan Turkish National Police Academy tersebut.

Upaya pembenahan lainnya adalah dengan melakukan persiapan respons darurat terhadap ancaman siber.

Alumnus Universitas Gadjah Mada itu mengatakan pemerintah perlu menyiapkan prosedur respons krisis untuk mengatasi ancaman serangan siber.

"Respons ini mencakup langkah-langkah mengisolasi serangan, memulihkan layanan dan memastikan kelangsungan operasional pemerintah," ujar Wibisono. (jp)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan