Khutbah Jumat: Strategi Rasulullah dalam Membangun Peradaban

--

Oleh: Rian Monda Putra, Lc., MH. (Penyuluh Agama Islam Kemenag Kab. Lebong)

 

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

 

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kita ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kita nikmat dan karunia yang tiada terhingga, diantara nikmat tersebut adalah Allah berikan ketenangan dan kedamaian kepada kita di dalam beribadah. Mari sejenak kita bayangkan betapa susahnya saudara kita di Palestina dalam melaksanakan ibadah, mereka beribadah dalam suasana yang mencekam, dalam ancaman keselamatan yang membahayakan nyawa. Maka marilah kita bersyukur kepada Allah bahwa negara kita aman dan tentram, nyaman bagi kita untuk beribadah.

 

Shalawat beriring salam kita hadiahkan kepada Baginda Nabi Muhammad Saw yang telah membimbing kita kepada petunjuk hidayah dari Allah SWT. Nabi yang senantiasa mencintai kita, dan perhatiannya senantiasa tertumpu kepada kita sebagai umatnya, nabi yang senantiasa menyayangi kita dan merindukan pertemuan dengan kita.

 

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

 

Semua yang diucapkan, dilakukan, dan ditetapkan oleh Rasulullah Saw adalah suri tauladan bagi kita untuk diteladani dan kita amalkan. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Ahzab ayat 21,Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.

 

Sebagaimana ketika Rasulullah Saw sampai di kota Madinah, seketika itu pula Rasulullah membangun peradaban yang mulia berdasarkan keridhaan Allah SWT. Maka ada beberapa langkah atau strategi yang beliau lakukan agar lahir sebuah peradaban yang akan menjadi contoh bagi umat manusia dan bagi kita umat Islam khususnya. Pada kesempatan kali ini khatib akan menyampaikan khutbah kita dengan tema Strategi Rasulullah dalam membangun peradaban.

 

Pertama, hal yang beliau bangun setiba di Madinah adalah membangun masjid, beliau turun tangan langusng dalam membangun masjid tersebut, mulai dari menebang pohon kurma, memasang dindingnya dari batu bata, dan lantainya dari pasir dan kerikil, atapnya dari pelepah kurma. Beliau ikut turun tangan dalam membangun masjid tersebut.

 

Mengapa Rasulullah membangun masjid? karena Rasululullah ingin membangun spiritual atau ruhiyah yang kuat pada umat Islam. Bukankah dalam tubuh yang sehat itu terdapat jiwa yang kuat? Artinya jiwa dan raga harus sama-sama kuat. Biasanya kalau jiwa atau batin bergoncang, maka efeknya akan terasa kepada badan, itulah sebabnya Rasulullah membangun masjid sebagai langkah awal dalam membangun peradaban Islam.

 

Pembangunan masjid kala itu mempunyai peran yang sangat penting dan multifungsi. Masjid sebagai tempat beribadah bagi Rasulullah Saw dan para sahabat, masjid juga menjadi tempat bermusyawarah, tempat menuntut ilmu bagi para sahabat, tempat meminta fatwa terkait hukum Islam, sebagai tempat mengadili perkara, menyambut tamu atau utusan penting, sebagai tempat pernikahan, tempat menyusun strategi perang, tempat latihan beladiri bagi sebagian sahabat, serta masjid sebagai tempat pelayanan medis, serta fungsi-fungsi lainnya.

 

Begitu pentingnya peran masjid di zaman Rasulullah dan para sahabat kala itu. Inilah yang harus kita contoh pada zaman sekarang bahwa kita harus mengembalikan peran multifungsi masjid, sehingga kita menjadi umat yang dekat hatinya dengan masjid, sebagaimana di dalam hadits Rasulullah Saw bersabda bahwa ada tujuh golongan yang mendapat naungan dari Allah di hari yang tidak ada perlindungan selain dari naungan Allah SWT, diantara tujuh golongan tersebut adalah hamba yang hatinya terpaut dengan masjid.

 

Hal ini senada dengan kisah Abdullah bin Ummi Maktum r.a. yang dalam keadaan tunanetra senantiasa shalat berjamaah di masjid, hal ini karena kecintaannya kepada masjid. Hikmah dari dibangunnya masjid oleh Rasulullah Saw adalah bahwa dalam kehidupan kita, rumah tangga kita, lingkungan kita, terutama sebagai pemimpin minimal pemimpin bagi diri kita sendiri hendaknya kita menanamkan pondasi agama sebagai langkah paling utama. Tentunya kita sendiri harus mencerminkan teladan itu sendiri sebelum kita menanamkan kepada bawahan kita. Insyaallah jika ini yang kita aplikasikan, bahwa tatkala kita meletakkan agama sebagai pondasi  utama, maka akan selamat kehidupan kita, rumah tangga kita, masyarakat kita, senantiasa dalam perlindungan dan rahmat dari Allah SWT.

 

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

 

Kedua, hal yang dilakukan Rasulullah Saw setelah membangun masjid adalah mempersaudarakan antara kaum muhajirin dengan anshar. Artinya rasa persatuan, kekompakan, persaudaraan, silaturrahmi adalah hal yang sangat urgen dalam membangun sebuah peradaban. Bagaimana tatanan masyarakat akan terbangun, negeri akan damai, jika di dalamnya terdapat konflik dan perpecahan. Maka Rasulullah Saw memberikan contoh tentang pentingnya makna persaudaraan di dalam Islam. Sebagaimana di dalam hadits dikatakan bahwa “Muslim itu bersaudara”, dengan persaudaraan akan terjalin rasa saling mencintai karena Allah, saling membantu dan menolong karena Allah, tidak ada rasa ingin mendapat imbalan di dalam tolong-menolong itu, kecuali yang ada hanya ikhlas mengharap keridhaan Allah. sebagaimana di dalam hadits dikatakan bahwa dua orang bersaudara yang saling mencintai karena Allah, berpisah juga karena Allah, mereka termasuk kepada tujuh golongan yang mendapat naungan dari Allah SWT.

 

Itulah yang terjadi kepada sahabat yang bernama Abdurrahman bin Auf dan Sa’ad bin Rabi’ yang dipersaudarakan oleh Rasulullah Saw. Saking sayangnya Sa’ad bin Rabi’ kepada saudara barunya ini, ia berniat untuk membagi dua kebunnya, hartanya bahkan ia rela menceraikan salah satu istrinya agar dinikahi oleh Abdurrahman bin Auf yang merupakan saudara barunya tersebut. Namun Abdurrahman bin Auf pun menolak halus tawaran tersebut karena kecintaannya kepada saudara barunya tersebut. Kemudian ia hanya meminta ditunjukkan arah ke pasar agar ia bisa berusaha. Begitulah indahnya persaudaraan di dalam Islam.

 

Rasa persaudaraan tersebut tergambar di dalam surat Al-Fath ayat 29 (ayat yang terakhir) yaitu “...tetapi berkasih sayang sesama mereka”. Maknanya adalah para sahabat saling melindungi dan saling menolong satu sama lain. Bayangkan ketika 313 orang kaum muslimin menghadapi 1000 orang dalam perang Badar, karena kekompakan, menyatunya hati mereka di bawah naungan ketaatan kepada Allah SWT menyebabkan kaum muslimin menang dalam pertempuran tersebut. Itulah kekuatan persaudaraan, kekuatan iman yang sebenarnya yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw dan para sahabat. Bersatu teguh, bercerai kita runtuh.

 

Oleh sebab itu, hikmah kedua yang harus kita ambil adalah menjaga persatuan, memupuk rasa persaudaraan baik itu di dalam rumah tangga kita, di lingkungan kita, maupun di dalam kehidupan bermasyarakat. Jika rasa persaudaraan itu tumbuh, saling mencintai karena Allah, maka berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Semuanya akan terasa mudah dan dirahmati oleh Allah SWT. Sebagaimana di dalam surat Al-Hujurat ayat 10 Allah berfirman, "Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat."

 

Sehingga ketika kita merasa bahwa kita ini bersaudara, maka tidak ada yang namanya iri, dengki, hasad, saling benci dan dendam. Sebab di dalam hadits Rasulullah Saw bersabda, Dari An-Nu'man bin Bisyir dia berkata, bahwa Rasulullah Saw bersabda: "Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi di antara mereka adalah ibarat satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas (turut merasakan sakitnya)." (HR Muslim No 4685).

 

Agama Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin, yaitu agama yang membawa pesan-pesan kedamaian, saling mencintai, dan saling mengasihi. Hormat kepada yang lebih tua serta sayang kepada yang lebih kecil, jika persaudaraan sesama muslim itu disebut dengan ukhuwah Islamiyah, maka hubungan satu bangsa disebut dengan ukhuwah Wathaniyah, serta hubungan persaudaraan dengan seluruh umat manusia disebut dengan ukhuwah Insaniyah. Begitulah indahnya Islam yang mengajarkan kasih sayang yaitu rahmat bagi seluruh alam.

 

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

 

Hal ketiga yang dibangun oleh Rasulullah Saw setelah membangun masjid dan mempersaudarakan kaum muhajirin dengan anshar adalah membangun pasar. Rasulullah Saw melihat bahwa pasar di Madinah waktu itu banyak terdapat di dalamnya praktik riba, kecurangan dan prinsip-prinsip ketidak adilan di dalamnya. Maka Rasulullah Saw merancang sebuah pasar yang akan menjadi role model bagi pasar-pasar lainnya.

 

Dibangunlah pasar tersebut dengan aturan diantaranya tidak boleh ada praktik riba, tidak boleh di dalamnya ada praktik kecurangan dan ketidak adilan. Seperti diantaranya tidak boleh ada seseorangpun yang mengklaim tempat jualan, yang ada hanyalah bagi siapa yang datang lebih awal maka ialah yang berhak berjualan ditempat tersebut, jika ia esoknya terlambat maka tentunya ia sudah kedahuluan tempat oleh orang lain. Prinsip inilah yang disebut dengan keadilan, bahwa pasar adalah murni milik bersama serta tidak ada monopoli oleh seseorang ataupun suatu kelompok.

 

Kemudian di dalam pasar tersebut tidak boleh ada pajak dan upeti, sehingga semua keuntungan para pedagang tetap utuh karena tidak adanya pembayaran pajak dan sebagainya. Begitu juga halnya Rasulullah Saw menugaskan sebagian para sahabat untuk mengawasi pasar dan bahkan beliau langsung turun tangan untuk mengawasi jika ada praktik kecurangan atau ketidak jujuran dalam transaksi jual beli. Pernah pada suatu ketika Rasulullah mendapati pedagang kurma yang menaruh kurma basah pada bagian bawah karungnya, lantas Rasulullah Saw menegur dan menyampaikan bahwa “barangsiapa yang menipu maka ia tidak termasuk kepada golongan kami”.

 

Hal-hal demikianlah yang menyebabkan pasar yang dibangun oleh Rasulullah Saw semakin ramai dan diminati, karena di dalamnya diliputi oleh rahmat karena dibangun berdasarkan hukum-hukum Allah. Pembangunan pasar ini juga menjadi hikmah bagi kita bahwa Islam mengajarkan prinsip keseimbangan di dalam kehidupan, bahwa kita beribadah untuk kampung akhirat, namun kita juga disuruh untuk berusaha untuk kehidupan dunia dengan, inilah yang disebut dengan prinsip wasathiyah, yaitu yang ditengah-tengah. Rasulullah Saw membangun pasar untuk menguatkan perekonomian umat Islam, bahwa umat harus mandiri dan sejahtera, mereka harus berusaha dengan cara yang jujur dan halal, sehingga semua yang mereka kerjakan adalah menjadi ibadah disisi Allah SWT. Sekali lagi, prinsip-prinsip Islam itulah yang harus kita tegakkan dan kita jaga dalam membangun kekuatan ekonomi umat. Semoga bermanfaat apa yang khatib sampaikan, yang benar datang dari Allah, dan yang salah datang dari diri khatib sendiri. Kepada Allah khatib mohon ampun dan kepada hadirin khatib memohon maaf.

Barakallahu li walakum, wallahu a’lam bis shawab. (*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan