Setahun Kepemimpinan Prabowo, Pemerintah Berusaha Wujudkan Kemandirian Tenaga Listrik

Setahun Kepemimpinan Prabowo, Pemerintah Berusaha Wujudkan Kemandirian Tenaga Listrik-foto :jpnn.com-

JAKARTA.RADARLEBONG.BACAKORAN.CO- Salah satu visi Presiden Prabowo Subianto dan rencana pencapaian Indonesia Emas 2045 adalah kemandirian energi khususnya Sektor Ketenagalistrikan dan meningkatnya pengaruh serta peran Indonesia di panggung global.

Untuk mewujudkan hal tersebut, Indonesia mempersiapkan diri menjadi anggota penuh Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organisation for Economic Cooperation and Development - OECD).

Pada 2024, Indonesia telah menerima Accession Roadmap dari OECD dan resmi menjadi salah satu dari tujuh negara kandidat aksesi.  Salah satu shared values, vision, and priorities yang harus dimiliki oleh negara OECD adalah open and transparent market economy principle untuk mendapatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan.

Adapun upaya Aksesi OECD di sektor kelistrikan, Pemerintah Indonesia di era Presiden Prabowo Subianto–Wapres Gibran Rakabuming telah mencapai kemajuan signifikan dalam mendorong ekonomi pasar listrik yang terbuka dan kompetitif.

Untuk poin open trade and investment (perdagangan dan investasi terbuka), regulasi investasi diperkuat sehingga investor swasta dan asing makin aktif membangun infrastruktur ketenagalistrikan nasional.  Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034 bahkan mencadangkan 73 persen dari tambahan kapasitas pembangkit baru untuk produsen listrik swasta (Independent Power Producers/IPPs), termasuk mayoritas proyek energi terbarukan.

Langkah ini menunjukkan bahwa sektor listrik Indonesia makin terbuka bagi investasi, sejalan dengan prinsip OECD tentang ekonomi pasar yang transparan dan kompetitif. Kerja sama internasional juga diperluas seperti, telah ditandatanganinya MoU Indonesia dengan Singapura untuk mengekspor hingga 6 GW listrik berbasis energi terbarukan ke Singapura sebelum 2035, menandai dimulainya perdagangan listrik lintas batas secara terbuka.

Dari sisi environment, biodiversity, and climate, Indonesia berkomitmen kuat pada target iklim Paris Agreement. Pemerintah menargetkan penurunan emisi GRK 31,89 persen pada 2030 (atau 43,2 persen dengan dukungan internasional) dan mencapai net zero emissions di tahun 2060.

Pada aspek tata kelola korporasi (corporate governance), pemerintah berupaya memastikan peran BUMN listrik sejalan dengan prinsip OECD agar tidak menimbulkan distorsi pasar. Selama ini, PLN sebagai BUMN kelistrikan memegang monopoli transmisi dan penjualan listrik ke konsumen. Kondisi tersebut berpotensi bertentangan dengan asas competitive neutrality OECD yang menghendaki persaingan setara antara BUMN dan swasta.

Menyadari hal ini, pemerintah mulai memisahkan fungsi kebijakan dan kepemilikan: peran Kementerian BUMN dan Kementerian ESDM diperjelas agar pengawasan terhadap PLN lebih obyektif, sementara good governance diperkuat dengan transparansi kinerja dan keuangan PLN.

Pada masa kampanye, sempat digagas wacana restrukturisasi PLN dan skema “power wheeling” yaitu membuka akses pihak swasta menjual listrik energi terbarukan langsung ke pelanggan melalui jaringan PLN.

Kebijakan itu diharapkan meningkatkan investasi EBT dengan memberi produsen swasta akses pasar yang lebih luas. Namun, pemerintah akhirnya memilih mempertahankan kontrol negara melalui PLN demi stabilitas pasokan, seraya menjamin level playing field bagi investor swasta melalui mekanisme pengadaan listrik yang adil dan transparan.

Buktinya, minat investor asing tetap tinggi; perusahaan energi terbarukan dari Qatar dan Abu Dhabi, misalnya, tertarik masuk ke pasar listrik Indonesia. Pemerintah juga memastikan setiap penugasan pelayanan publik kepada PLN disertai kompensasi yang jelas agar tidak merugikan pesaing swasta.

Dengan reformasi tata kelola ini termasuk adopsi prinsip OECD dalam pengelolaan BUMN – Indonesia berupaya menciptakan iklim persaingan sehat di sektor kelistrikan. Hal ini akan meningkatkan efisiensi dan akuntabilitas, sehingga baik PLN maupun produsen listrik swasta dapat berkompetisi secara setara untuk menyediakan listrik yang andal, terjangkau, dan berkelanjutan.

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan