Analisis Kasus Tom Lembong dan Hasto, Eks Wakapolri Sebut KUHAP Sudah Mati

Analisis Kasus Tom Lembong dan Hasto, Eks Wakapolri Sebut KUHAP Sudah Mati-foto :jpnn.com-

JAKARTA.RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Mantan Wakapolri Komjen (Purn) Oegroseno menyoroti dugaan pelanggaran Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam sejumlah kasus hukum yang tengah berlangsung, antara lain terhadap eks Mendag Thomas Lembong dan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

Mantan Kabaharkam Polri itu menilai ada penyimpangan dalam prosedur hukum.

Oegroseno mempertanyakan dasar hukum penahanan Thomas Lembong yang diduga terlibat dalam kasus korupsi. Menurutnya, unsur-unsur dalam pasal yang dituduhkan kepada Lembong, khususnya terkait kerugian negara, tidak terpenuhi.

“Di mana letak unsur-unsur pasal ini dilanggar oleh Tom Lembong? Kan, enggak ada,” ujarnya.

BACA JUGA:MotoGP 2025: Peluang Bagnaia dan Marc Marquez Juara Dunia Sama Besar!

Ia juga menyinggung kasus Hasto Kristiyanto yang dikaitkan dengan buronan Harun Masiku. Oegroseno menilai tuduhan obstruction of justice dan suap dalam kasus ini tidak memiliki dasar hukum yang kuat.

Ia mempertanyakan bukti yang digunakan dalam penyelidikan dan menyebut bahwa KUHAP tidak lagi digunakan sebagai acuan utama dalam proses hukum.

“KPK harusnya menangkap Harun Masiku dulu, baru bisa ada kasus suap. Kalau enggak ada OTT, terus bagaimana cara membuktikannya?” tegas Oegroseno.

Lebih lanjut, ia juga mengkritik metode penyitaan barang bukti yang dinilai tidak sesuai prosedur. Menurutnya, penyitaan tas milik Hasto yang dibawa ajudannya dan kemudian disita oleh penyidik merupakan tindakan perampasan yang tidak sesuai dengan KUHAP.

Dalam konteks penegakan hukum yang lebih luas, Oegroseno mengungkapkan keprihatinannya terhadap penyalahgunaan wewenang oleh aparat dalam berbagai kasus.

Ia mencontohkan kasus di mana sebuah hotel diundang klarifikasi oleh pihak penegak hukum tanpa alasan yang jelas. Bahkan, dalam beberapa kasus, pihak yang dipanggil diminta sejumlah uang agar bisa kembali.

Ia pun menegaskan bahwa penegakan hukum harus tetap berpedoman pada KUHAP, bukan pada interpretasi subjektif aparat penegak hukum. “Kalau sudah seperti ini, buat apa ada KUHAP? Kalau mau dilanggar terus, ya kembali saja ke HIR (Hukum Acara Pidana lama),” pungkasnya.

Oegroseno berharap reformasi hukum bisa berjalan dengan benar dan tidak hanya menjadi alat untuk kepentingan tertentu. Ia menekankan pentingnya supremasi hukum yang berbasis aturan yang jelas, bukan kepentingan politik atau kekuasaan. 

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan