Ilmu Nasab, Hanya Dimiliki Islam

Kamis 30 Jan 2025 - 22:41 WIB

Kemudian barulah penggolongan bangsa Arab, kemudian bangsa-bangsa lainnya yang masih mempunyai hubungan kekerabatan dengan Rasulullah ﷺ.

Setelah Khalifah Umar wafat, para penggantinya juga melakukan hal sama. Ini berlaku sampai Kekhalifahan Abbasiyah yang mengkhususkan urusan nasab dengan mendirikan kantor dalam hal pencatatan nasab yang dipimpin oleh seorang kepala (Naqib).

Bani Abbas, Bani Thalibiyin yaitu keturunan dari Abi Thalib masing-masing dipimpin oleh seorang naqib. Begitu pula untuk keturunan para syarif, yaitu keturunan dari Hasan dan Husein di setiap kota dipimpin pula oleh seorang naqib yang salah satu kewajibannya adalah menjaga dengan sebenar-benarnya keturunan Nabi Muhammad ﷺ.

Selanjutnya banyak ahli sejarah menulis mengenai keturunan Rasulullah ﷺ. Kemudian yang datang belakangan memperbaiki dan menyempurnakan kembali. Selain ahli sejarah, mereka juga ahli fiqih.

Di antaranya Imam Abu Hafs bin Sumrah al-Yamani dengan kitabnya yang berjudul Tabaqat Fuqaha al-Yaman, Imam Husein bin Abdurrahman al-Ahdal dengan kitabnya Tuhfah al-Zaman Fi Tarikh al-Yaman, Abbas bin Ali al-Rasuli dengan kitabnya al-Athaya al-Saniyah, Syeikh Abdurrahman bin Muhammad al-Chatib al-Anshari dengan kitabnya al-Jauhar al-Syaffaf.

Di kalangan Alawiyin terdapat kitab al-Jawahir al-Saniyyah Fi Nasab al-Ithrah al-Huseiniyyah karangan Sayid Ali bin Abubakar al-Seqqaf dan lainnya.

Meski nasab itu penting, namun umat Islam dilarang hanya mengandalkan kepadanya. Tapi harus mengutamakan amal.

Hal ini disampaikan Rasulullah kepada keluarganya;

“Wahai Bani Hasyim! Janganlah sampai orang-orang lain menghadap padaku pada hari kiamat nanti dengan berbagai amal shaleh (baik), sedangkan kalian menghadapku hanya dengan membanggakan nasab (keturunan).” (Tafsir Bahrul Muhits, Abi Hayyan al Andalusi).

Namun, yang patut disyukuri, hanya Islamlah yang memiliki ilmu ini yang sampai sekarang masih terpelihara dengan baik. (net)

Kategori :