Ramadhan Momen Koreksi Diri dengan Rendah Hati Cermin Manusia Berakhlak Mulia
Drs. H. Dalmuji Suratno-(ist/rl)-
Oleh : Drs. H. Dalmuji Suratno
RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Tujuan puasa dalam jangka panjang adalah menjadikan takwa sebagai azas dan pandangan hidup yang benar, dan sebaliknya bahwa apapun azas dan pandangan hidup selain taqwa dinyatakan secara jelas dan tegas oleh kitab suci Al-Qur’an sebagai landasan dan pandangan hidup yang salah.
Perlu diingatkan kembali bahwa takwa yang bersifat batiniah itu, kemudian juga harus diwujudkan dalam bentuk moral dan budi pekerti mulia.
Lewat pencapaian tujuan perintah puasa yaitu takwa, orang beriman akan dapat melepaskan diri dari kekangan dimensi kekinian dan kemudian mampu melakukan introspeksi diri. Kata introspeksi diri (ihtisab) sebagaimana hadis Rasulullah Saw berarti ampunan.
Hadits tersebut berberbunyi “Barang siapa berpuasa dengan penuh keimanan dan intruspeksi diri, makadiampuni segala dosa yang telah lalu” (HR Buhari Muslim).
Baca Juga: 7 Keutamaan Orang yang Menyantuni Anak Yatim
Kata Ihtisab dalam hadist diatas akan lebih tepat di terjemahkan dengan melakukan koreksi diri. Koreksi diri adalah tindakan yang sangat sulit dilakukan, khususnya oleh mereka yang tidak memiliki sikap jujur dan rendah hati.
Berkaitan dengan itu, ungkapan atau pepatah yang berbunyi “Katakanlah yang benar itu walau pahit rasanya” sebenarnya pekerjaan tersebut belum terlalu berat jika dibandingkan dengan melakukan koreksi diri.
Itu karena kecenderungan orang akan lebih mudah melakukan kritik dan menilai kesalahan orang lain dari pada mengoreksi dirinya.
Kemauan melakukan koreksi atau kritik terhadap kesalahan diri adalah pekerjaan yang amat sulit. Akan tetapi, inilah hakekat akhlak mulia sebagaiman yang dimaksudkan oleh hadis nabi di atas tadi.
Di situlah pentingnya amalan puasa harus diikuti dengan tindakan Ihtisab agar orang beriman dapat memiliki akhlak mulia.
Kalau seseorang tidak mampu melaksanakan koreksi dan kritik diri, yang didalamnya dibutuhkan ketulusan dan kejujuran hati, maka yang akan terjadi adalah munculnya sikap sombong, selalu merasa dirinya benar atau bahkan paling fatal mengnggap dirinya paling benar.
Sikap semacam itu mirip dengan ungkapan populer di masyarakat kita yang berbunyi, “Kuman di seberang lautan jelas terlihat, sedangkan gajah dipelupuk mata tak terlihat”.
Dalam Kitab Suci Al-Quran juga disebutkan bahwa sikap sombong atau tidak mau melakukan koreksi diri akan membawa kehancuran, yang berbunyi : “Dan jika kami (Allah) hendak membinasakan suatu negeri, maka kami (Allah) perintahkan kepada mereka yang hidup mewah di negeri itu (supaya menaati Allah), tapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan kami), kemudian kami hancurkan negeri sehancur-hancurnya”.QS:Al-Isra’(17);16.