Khutbah Jumat: Menyadari Batasan, Meraih Keikhlasan Idul Adha

--

Bersungguh-sungguh dalam mengakui bahwa kita hamba yang lemah merupakan wujud dari pengamalan ayat surah Al-Fatihah, “Iyyaaka na‘budu wa iyyaaka nasta‘iin” (Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan).

Dengan mengakui bahwa kita makhluk yang lemah di hadapan Allah Yang Maha Kuasa, akan mendorong kita untuk tak henti-hentinya memohon pertolongan Allah serta meyakini bahwa tak ada sesuatu pun yang terjadi kecuali atas kehendak-Nya.

Jamaah Shalat Idul Adha Hafidzakumullah

Ketiga, kematian sebagai sebuah kepastian. Kisah Imam Malik dengan Malaikat maut memberi peringatan kepada kita bahwa setiap kita pasti akan meninggalkan dunia.

Hanya saja kapan dan di mana serta seperti apa keadaannya, tidak ada yang bisa memastikan.

Idul Adha yang di dalamnya terdapat ritual penyembelihan hewan kurban mengingatkan kita untuk juga menyembelih sifat-sifat buruk yang bersemayam.

Kita sembelih pula hawa nafsu yang mengajak kepada keburukan, menyembelih ego, lalu bersiap-siap menuju alam akhirat.

كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْتِۗ وَاِنَّمَا تُوَفَّوْنَ اُجُوْرَكُمْ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۗ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَاُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَآ اِلَّا مَتَاعُ الْغُرُوْرِ

“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan hanya pada hari Kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh, dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (QS. Ali Imran : 185)

Rasulullah ﷺ bersabda,

أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ يَعْنِي الْمَوْتَ

“Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan, yaitu kematian.” (HR. Tirmidzi)

Keempat,  husnuzan (baik sangka) kepada Allah. Ketika Imam Malik dilanda keresahan, datang Ibnu Sirin menenangkan dengan ilmu serta keimanan.

Dalam hidup, beragam tantangan harus kita hadapi. Dari mulai masalah keluarga, masa depan, sampai masalah ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja, maka semuanya harus kita sikapi dengan bijak.

Salah satunya, dengan sikap baik sangka kepada Allah SWT. Nabi Ibrahim dan keluarganya mengajarkan kepada kita sikap bersandar kepada Allah yang Maha Kuat disertai berbaik sangka kepada-Nya.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan