Gaji Besar Bukan Jaminan, Realita Pahit Hidup di Luar Negeri

Gaji Besar Bukan Jaminan, Realita Pahit Hidup di Luar Negeri--Satu Persen - Indonesian Life School
RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Impian untuk bekerja di luar negeri masih menjadi magnet bagi banyak masyarakat Indonesia, terutama karena iming-iming gaji tinggi, pengalaman baru, dan harapan hidup yang lebih nyaman.
Namun, kenyataan di lapangan tidak selalu seindah ekspektasi. Banyak hal yang luput dari sorotan media sosial maupun promosi lembaga penyalur tenaga kerja.
Di balik peluang ekonomi yang menggiurkan, terdapat tantangan serius yang kerap dihadapi oleh para pekerja migran.
Culture shock menjadi salah satu beban psikologis terbesar, termasuk perbedaan bahasa, budaya, makanan, hingga norma sosial.
BACA JUGA:Perang Dagang Picu Perang Dunia, Sejarah 100 Tahun Lalu Terulang?
Tak jarang, pekerja migran merasa terasingkan, kesepian, bahkan mengalami homesick berat di minggu-minggu awal kedatangan mereka.
Jam kerja yang panjang, sedikit waktu istirahat, serta beban kerja yang tinggi turut menambah tekanan.
Secara finansial, gaji yang besar pun belum tentu menjadi jaminan kehidupan yang lebih baik.
Setelah dipotong pajak, asuransi, biaya tempat tinggal, dan kebutuhan hidup sehari-hari, penghasilan bersih yang dapat ditabung cenderung terbatas.
BACA JUGA:Digitalisasi Mengubah Segalanya, Ini Cara Bertahan di Ekonomi 2025
Beberapa perusahaan memang memberikan subsidi, namun biaya hidup di negara maju tetap menuntut efisiensi tinggi.
Apalagi, pekerja asing juga menghadapi risiko kebijakan imigrasi yang berubah sewaktu-waktu dan sentimen negatif terhadap imigran, khususnya mereka yang beragama Islam.
Kondisi ini menegaskan bahwa bekerja di luar negeri bukanlah pilihan ideal bagi semua orang.
Diperlukan kesiapan mental, fisik, serta strategi keuangan yang matang.