Menghidupkan Nilai Ramadhan

Menghidupkan Nilai Ramadhan.-foto: net-
“Wahai Aisyah teruslah mengetuk pintu surga.” Sayyidah Aisyah Radhiyallahu Anha berkata, “Dengan apa Ya Rasulullah?” Rasulullah ﷺ menjawab, dengan (ber)puasa.”
Berlapar diri adalah laku spiritual yang ampuh dalam melawan hawa nafsu dan Setan. Dan inilah jalan yang ditempuh oleh para Nabi dan kaum sholihin sepanjang zaman.
Yahya bin Mu’adz Rahimahullah pernah mengatakan,
مذهب جميع الصالحين الجوع ، فمن فر منه فهو من الفاسقين
“Mazhab (jalan) semua orang-orang Soleh adalah (jalan) lapar. Maka barangsiapa berlari (keluar) dari jalan ini maka dia adalah termasuk orang-orang yang fasik.” (Tanbihul Mughtarin Lil Imam Abdul Wahab as Sya’roni, Hal 251 cet. Darul Kutub Islamiyah (DKI) Jakarta).
Yahya bin Mu’adz Rahimahullah juga berkata,
واعلموا أن من كثر أكله كثر لحم بطنه، ومن كثر لحم بطنه كثرت شهواته، ومن كثرت شهواته كثرت ذنوبه، ومن كثرت ذنوبه قسا قلبه، ومن قسا قلبه غرق في الذنوب والآفات، ومن غرق في الذنوب والآفات دخل النار
“Ketahuilah sesungguhnya barangsiapa yang banyak makannya, maka banyak daging perutnya (gendut), barangsiapa yang banyak daging perutnya maka banyak syahwatnya, barangsiapa yang banyak syahwatnya maka banyak dosanya, barangsiapa yang banyak dosanya maka keras hatinya, barangsiapa yang keras hatinya maka akan tenggelam dalam dosa dan kesalahan, dan barangsiapa yang tenggelam dalam dosa dan kesalahan maka (kelak) masuk ke dalam neraka.”
Jalan berlapar diri (puasa) adalah jalan mulia yang ironisnya mulai banyak ditinggalkan oleh umat Islam. Jangankan di luar Ramadhan bahkan di dalam bulan Ramadhan saja banyak umat Islam yang tidak berpuasa (tanpa udzur syar’i) dan mirisnya kian berani terang-terangan di tempat umum.
Pelanggaran secara terang-terangan semacam itu menandakan bahwa mereka sedang menunjukkan kemunafikan dan kefasikan dirinya.
Islam hanyalah sebuah tulisan formalitas untuk mengisi kolom agama di KTP.
Maka pantas jika Allah kala menyerukan kewajiban berpuasa di dalam Al Qur’an (surah Al Baqoroh ayat 183) memakai kalimat wahai orang-orang yang beriman bukan yang lain.
Sebab hanya orang-orang beriman lah yang mampu memenuhi seruan Allah untuk mengemban kewajiban berpuasa tersebut.
Jika ditanyakan apakah tujuan utama daripada berpuasa. Tentu jawabannya adalah agar menjadi hamba yang bertaqwa. Dan implementasi daripada ketaqwaan di segala lini kehidupan itu tentu sangat luas.
Pantas lah jika para sholihin ketika mewasiatkan apapun kepada orang lain selalu didahului dengan nasihat taqwa, yakni bertakwalah di manapun kalian berada.