RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Thailand telah resmi melegalkan pernikahan sesama jenis, menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang mengambil langkah ini.
Keputusan monumental ini membuka babak baru bagi kesetaraan dan inklusi di Negeri Gajah Putih, dan disambut dengan gembira oleh komunitas LGBTQ+ dan para pendukungnya.
Perjalanan menuju legalisasi pernikahan sesama jenis di Thailand dimulai dengan RUU yang diajukan di parlemen pada tahun 2020.
RUU tersebut sempat terhenti selama beberapa waktu, namun akhirnya mendapatkan momentumnya kembali pada tahun 2024.
Pada tanggal 18 Juni 2024, Majelis Tinggi Senat memberikan persetujuan akhir terhadap RUU tersebut dengan 130 suara setuju, 4 suara menolak, dan 18 suara abstain.
Keputusan ini menandai kemenangan besar bagi komunitas LGBTQ+ di Thailand dan membuka jalan bagi pengesahan undang-undang.
BACA JUGA:Angin Surga dari Senayan untuk Honorer Non-Database BKN, Tepuk Tangan
Efek Legalisasi Pernikahan Sesama Jenis
- Legalisasi pernikahan sesama jenis di Thailand membawa beberapa efek penting, antara lain:
- Pengakuan Pernikahan: Pasangan sesama jenis di Thailand kini diakui secara sah dan memiliki hak yang sama dengan pasangan heteroseksual dalam hal pernikahan, termasuk hak adopsi dan warisan.
- Perubahan Undang-Undang: Undang-undang perkawinan di Thailand telah diubah untuk memasukkan istilah yang netral gender, menggantikan istilah "laki-laki" dan "perempuan" dengan frasa yang lebih inklusif.
- Preseden bagi Negara Lain: Keputusan Thailand diharapkan dapat menjadi preseden bagi negara-negara Asia Tenggara lainnya untuk mengikuti jejak mereka dalam melegalkan pernikahan sesama jenis.
BACA JUGA:Peneliti BRIN: Kesepian dapat Sebabkan Lansia Alami Masalah Kesehatan Fisik
Dukungan dan Kritik
Legalisasi pernikahan sesama jenis di Thailand disambut dengan gembira oleh komunitas LGBTQ+ dan para pendukungnya.
Perdana Menteri Srettha Thavisin, yang vokal mendukung RUU tersebut, bahkan membuka kediaman resminya untuk merayakan bersama para aktivis dan pendukung.
Namun, masih ada beberapa kritik yang dilontarkan terhadap undang-undang baru ini.
Para aktivis LGBTQ+ lainnya mengkritik karena undang-undang tersebut belum mengakui kaum transgender dan non-biner, yang masih tidak diperbolehkan mengubah gender mereka pada dokumen identitas resmi.
BACA JUGA:Bareskrim Gelar Perkara Terkait Kasus Pemalsuan IPU di Sulteng