RADARLEBONG.BACAKORAN.CO- Destiawan Soewardjono, sang Direktur Utama PT Waskita Karya, terjerat kasus korupsi yang melibatkan dana supply chain financing (SCF).
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan Destiawan sebagai tersangka atas dugaan korupsi yang merugikan negara hingga triliunan rupiah.
Kasus ini bermula dari periode 2016 hingga 2020, di mana Destiawan dan beberapa petinggi perusahaan lainnya diduga menggunakan dokumen palsu untuk memenuhi permintaan dana SCF.
Hal ini berakibat pada kerugian negara yang mencapai lebih dari Rp 2,5 triliun.
BACA JUGA:Turbulensi Penerbangan: Memahami Penyebab dan Tips Menghadapinya
Destiawan bukan satu-satunya yang menjadi tersangka dalam kasus ini.
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan beberapa petinggi Waskita Karya lainnya, yaitu Direktur Operasi Bambang Rianto,
Direktur Keuangan dan Manajemen periode Mei 2018-Juni 2020 Haris Gunawan, dan Direktur Keuangan dan Manajemen periode Juli 2020-Juli 2022 Taufik Hendra Kusuma.
Kasus korupsi Waskita Karya ini bukan hal baru. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menemukan sejumlah persoalan dalam kegiatan investasi dan pengusahaan jalan tol yang dilaksanakan Waskita dan anak usahanya.
BACA JUGA:Menyambut Idul Adha: Panduan Lengkap Syarat Orang Berkurban
Permasalahan internal BUMN karya ini kian rumit dengan utang proyek infrastruktur yang mencapai Rp 4,7 triliun akibat gagal membayar bunga obligasi pada Februari-Mei 2023.
Kasus ini menjadi bukti bahwa korupsi dapat terjadi secara berjamaah, melibatkan para atasan dengan peran masing-masing.
Destiawan Soewardjono, dalam kasus ini, diduga memerintahkan dan menyetujui pencairan dana SCF menggunakan dokumen palsu untuk memenuhi permintaan tersangka.
Kasus korupsi Waskita Karya memiliki dampak yang luas, tidak hanya bagi perusahaan dan negara, tetapi juga bagi masyarakat.
Kerugian finansial yang mencapai triliunan rupiah memperparah kondisi keuangan BUMN dan menghambat pembangunan infrastruktur. Kepercayaan publik terhadap BUMN pun semakin tergerus akibat kasus ini.