JAKARTA.RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Praktisi hukum Gatot Hadi Purwanto, SH.,MH.,CLA mengingatkan agar Kejaksaan Agung (Kejagung) RI lebih hati-hati dalam menghitung kerugian negara. Termasuk dalam kasus cap lebur emas PT Aneka Tambang (Antam) Tbk.
Menurut Gatot, secara yuridis, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 mensyaratkan adanya perbuatan yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebagai unsur tindak pidana korupsi, khususnya dalam Pasal 2 dan Pasal 3.
Aturan-aturan hukum itu diungkapkan Gatot menyoroti dugaan kasus cap lebur emas yang menghebohkan beberapa waktu belakangan ini.
Awalnya disebutkan dalam peredaran 109 ton emas itu, negara mengalami kerugian hingga Rp 5,9 kuadriliun.
Namun, dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Mei lalu disebutkan bahwa kerugian negara sebesar Rp 3,3 triliun.
Oleh karenanya, Gatot menekankan bahwa potensi kerugian tidak bisa dijadikan patokan secara hukum.
"Dalam praktik hukum pidana Indonesia, kerugian negara tidak bisa hanya bersifat potensi atau spekulatif. Ini ditegaskan oleh Mahkamah Konstitusi dalam Putusan No. 25/PUU-XIV/2016, yang menyatakan bahwa kerugian negara harus bersifat nyata (actual loss). Artinya, kerugian tersebut telah benar-benar terjadi dan terukur, bukan sekadar prediksi hilangnya potensi pendapatan negara," kata Gatot kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (26/7).
Dalam kasus cap lebur emas PT Antam, angka Rp 5,9 kuadriliun (selanjutnya dalam dakwaan menjadi Rp 3,3 triliun) disebut sebagai akumulasi dari praktik penyimpangan dalam penjualan logam mulia yang tidak melalui prosedur resmi perusahaan.
"Namun, pertanyaannya: apakah angka ini mencerminkan kerugian negara yang aktual?" ujarnya mempertanyakan.
Menurutnya, jika nilai tersebut hanya dihitung berdasarkan selisih harga pasar dan estimasi potensi pajak yang tidak dibayarkan, maka secara hukum positif, angka tersebut belum dapat serta-merta dikualifikasi sebagai kerugian negara.
Apalagi jika tidak disertai bukti konkret bahwa uang tersebut benar-benar telah hilang dari kas negara atau kas BUMN.
"Ada perbedaan antara potensi kerugian (potential loss) dan kerugian aktual (actual loss). Dalam hukum kita, yang dapat membentuk tindak pidana korupsi hanyalah kerugian yang aktual dan pasti."
Gatot juga mengingatkan tentang penegasan dari Mahkamah Agung dalam berbagai putusannya – termasuk Putusan No. 21 K/Pid.Sus/2009 yang menyatakam bahwa unsur kerugian negara dalam tindak pidana korupsi harus dibuktikan dengan kerugian konkret yang ditetapkan oleh lembaga yang berwenang, yakni BPK atau BPKP.
Seperti diketahui, pada 27 Mei lalu, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sudah menjatuhkan vonis terhadap enam orang mantan pejabat Unit Bisnis Pengelolaan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPPLM) PT Aneka Tambang (Antam)Tbk tersebut.
Mereka didakwa melakukan atau turut serta melakukan tindak pidana korupsi secara sendiri-sendiri atau bersama-sama pada pengelolaan kegiatan usaha komoditas emas pada 2010-2022.