DI ANTARA generasi setelah Prof. Kahar Muzakkir, Buya Natsir, Hamka dan para tokoh Islam lain di Indonesia yang masuk dalam deretan tokoh yang peduli Palestina adalah Lukman Harun (1934-1999). Beliau merupakan putra Muhammadiyah yang memiliki perhatian lebih terhadap masalah tersebut.
Sepak terjang kepeduliannya terhadap soal keumatan, khususnya masalah Palestina bukan saja dilihat dari sisi kepenulisan, tapi juga dari aksi-aksi nyata melalui organisasi kepedulian terhadap masalah Palestina dan umat Islam secara umum bahkan seringkali melakukan perjalanan ke luar negeri, termasuk timur tengah sebagai wujud kepeduliannya terhadap permasalah umat.
Sebagai contoh, dalam Majalah Panjimas No. 708 (XXXIV/1992: 73), beliau disebut sebagai Ketua Komite Solidaritas Islam. Ketika Syeikh dari Palestina Ikrimah Sabri datang ke Indonesia, salah satu yang menjemputnya adalah Lukman Harun. Tak cukup sampai di situ, secara organisasi, berdasarkan keterangan Majalah Kiblat No. 11 (XXI/1973: 9) beliau masuk dalam pengurus Badan Penolong Korban Perang Pembebasan Palestina dan Masjidil Aqsha.
Dalam koran Waspada (No. 15043/XLI/2 Desember 1987) diberitakan peran Lukman Harun dalam tajuk “Hari Solidaritas Internasional Rakyat Palestina: Indonesia Tak Boleh Melupakan Bantuan Negara Arab”.
Lukman Harun, sebagai Ketua Panitia Pembantu Pembebasan Palestina dan Masjidil Aqsha, sangat mendukung agar organisasi PLO bisa membuka kantor di Jakarta. Kalau sekarang ada Dubes Palestina di Indonesia, maka tidak bisa dilupakan peran dari tokoh Muhammadiyah ini.
Dalam berita itu, Lukman Harun mengatakan, “Indonesia tidak boleh melupakan bagaimana besarnya bantuan negara-negara Arab kepada bangsa Indonesia ketika bangsa Indonesia sedang hebat-hebatnya berjuang untuk membela kemerdekaan.” Lebih lanjut beliau mengatakan, “Bantuan negara-negara tersebut, semata-mata berdasarkan persaudaraan dan persahabatan sesama Islam. Dalam hal ini Mufti Palestina Almarhum Amin Alhusaini mempunyai peranan yang cukup besar.”
Dalam berita ini juga dijelaskan bahwa, lahirnya Panitia Pembantu Pembebasan Palestina dan Masjidil Aqsha yang diketuai oleh Lukman Harun bertujuan untuk membantu dan meringankan penderitaan bangsa Palestina yang pada Oktober 1973 perang dengan ‘Israel’.
Langakah konkret Badan Orgaisasi ini adalah selain menggalang dana adalah dengan donor darah yang akan dikirim ke Palestina.
Berita terkait donor darah untuk korban rakyat Palestina ini juga disinggung kembali dalam koran Waspada (No. 20312/56/6 Juni 2002) oleh Muhammad Yusuf dengan judul “Darah Indonesia Mengalir di Tubuh Pejuang-Pejuang Arab”.
Di situ diterangkan bahwa bersamaan dengan perang Arab-’Israel’ tahun 1973, berdirilah Panitia Pembantu Pembebasan Palestina dan Masjidil Aqsha yang dipimpin oleh Lukman Harun, tokoh Muhammadiyah.
Di antara langkah konkret membantu rakyat Palestina adalah dengan donor darah. Ini dilakukan bekerjasama dengan Rumah Sakit Islam Jakarta dan Palang Merah Indonesai yang bertempat di Masjid Sunda Kelapa Jakarta Pusat.
Waktu itu terkumpul 50 liter darah. Perjuangan mengirim darah itu begitu berliku dan pelik. Tapi alhamdulillah atas bantuan Departemen Luar Negeri, darah bisa dikirim ke Beirut dan kemudian diteruskan ke Bulan Sabit Suriah dan akhirnya bisa disalurkan ke para korban kebiadaban ‘Israel’.
Menurut Muhammad Yusuf, “Pengiriman darah mempunyai arti khusus bagi bangsa Indonesia. Darang bangsa Indonesia telah bercampur dengan darah para pejuang-pejuang Arab dalam membebasakan Palestina dan Masjidil Aqsha.” Dan itu dilakukan dengan sangat baik oleh Lukman Harun dan kawan-kawan dalam Panitia Pembantu Pembebasan Palestina dan Masjidil Aqsha.
Selain itu, dalam koran Abadi No. 863 (XXIII/3 Desember 1973), Lukman Harun selaku Ketua BPKP2MA, bersama tokoh DDII dan lainnya, menyerahkan bantuan sebesar 2,5 juta untuk korban perang dan pembebasan Paklestina. Selain iu, diserahkan juga bantuan 20 peti (900 kg) teh untuk bangsa Palestina yang menjadi korban kebiadaban ‘Israel’.
Kepedulian Lukman Harun terhadap Palestina juga bisa dilihat dari intensitas kunjungannya ke berbagai negara Timur Tengah yang ditulisnya dalam berbagai majalah seperti Panjimas serta berbagai koran dan lain-lain.
Dalam buku “Potret Dunia Islam” (1985) di antara yang beliau tulis terkait Palestina. Di antara judulnya; Kota Kuneitra: Potret Kebiadaban Yahudi, Bertemu Yasser Arafat: Ahlan wasahlan..Pucuk Dicinta Ulam Tiba, Gerakan Fedayeen Palestina: Kekuatan yang Mencair, Pejuangan Palestina Dihancurkan Israel dan Negara Arab; dan masih banyak lagi tulisan lainnya yang menggambaran kepedulian Lukman Harun terhadap masalah Palestina.
Dalam ranah tulisan juga, selain membela Palestina, Lukman Harun juga mengkritisi ‘Israel’ dan berbagai kezalimannya. Negara itu, menurutnya, sangat layak untuk tak diakui. Ini seperti tergambar dalam koran Jawa Pos (XXIX/12 Oktober 1977).
Di situ ditegaskan oleh Lukman Harun bahwa Indonesia tak akui ‘Israel’ karena tidak sesuai dengan UUD 45 dan Pancasila. Ini mirip seperti Bung Karno yang sejak lama tidak mau mengakui ‘Israel’ yang merupakan negara penjajah.
Tidak mengherankan jika sahabatnya, Yasser Arafat (Ketua Organisasi PLO/Pembebasan Palestina) dalam buku “Lukman Harun Dalam Lintasan Sejarah dan Politik” (2000: 11-13) menyumbangkan satu artikel berjudul “Mengenang Detik-Detik Kepergian Seorang Saudaraku: Al-Quds Syarif yang Paling Beliau Cintai” sebagai bentuk kenangan terhadap sahabatnya Lukman Harun yang sangat peduli pada masalah Palestina.
Perhatikan catatan Yasser Arafat berikut;
“Dalam mengenang kepergian beliau, dalam pikiran kita terbayang potret seorang mujahid pejuang yang tangguh. Kita mengenal beliau sebagai seorang saudara yang sabar, tabah, mukmin dan konsisten dalam masalah-masalah umat Islam. Beliau mempertahankan hak-hak dan kepentingan umat Islam yang adil. Masalah Palestina dan bangsa Palestina menempati urutan pertama dalam deretan perhatian dan prioritas beliau di mana beliau memberikan banyak dari waktu, usaha, dan hidup unuk ini.”
Dikisahkanlah oleh Yasser Arafat kenangan pada tahun 1968, di saat sedang berkecamu perang Palestina ‘Israel’, Lukman Harun berkunjung ke sana menemui dirinya. Dengan ikhlas dan tulus beliau menyampaikan dukungan dan solidaritasnya untuk perjuangan Palestina. “Almarhum, orang besar ini, ingin bergabung dengan barisan para pejuang Revolusi Palestina yang pada waktu itu masih berusia bayi dan baru tumbuh.”
Secara jujur Yasser juga menyebut bahwa berdirinya Kedutaan Palestina di Jakarta tahun 1990, tidak bisa dilepas dari peran Lukman Harun. Pada waktu itu, beliau bersama Ali Alatas bersama-sama mengibarkan bendera Palestina di Kedutaan Palestina yang baru terbentuk.
Bahkan, masih segar dalam ingatan Yasser pada tahun 1978, Lukman datang ke Beirut bersama Fahmy Khatib untuk menyumbangkan darah untuk orang-orang Palestina yang terluka setelah serangan ‘Israel’ terhadap Lebanon dan Palestina.
Selain dari yang dijelaskan Yasser tersebut, kepedulian Lukman Harun juga bisa dilihat dari keikutsertaannya dalam Resolusi Rapat Akbar Solidaritas Ummat Islam Mengutuk Kebiadaban Israel pada tahun 1969.
Pada waktu itu, di masjid Agung Al-Azhar, bersama tokoh seperti: A.H. Nasution, Moh. Hatta, Prof. Hamka, Dr. Oesman Raliby, Fuad Moh. Fachruddin, Anwar Tjokroaminoto, dan lain-lain, Lukman Harun yang waktu itu menjadi wakil pemuda (yang baru kembali dari Timur Tengah bertemu Yasser Arafat) memberikan ceramahnya dan berbagi pengalaman mengenai kondisi riil di Palestina.
Pertemuan ini melahirkan 6 resolusi; di antaranya:
"Menjerukan kepada seluruh bangsa Indonesia, terutama sekali ummat Islam untuk lebih meningkatkan solidariasnja, persatuan dan kesatuan demi memperkuat ketahanan Nasional demi mengamlkan perintah Tuhan Jang Maha Esa." (Majalah Kiblat, No. 11/XVII/1969: 30-31).
Sampai akhir hayatnya, kepedulian beliau terhadap masalah Palestina tidak surut. Melalui organisasi, tulisan, kunjungan luar negeri, bantuan konkret, seruan kepada umat dan berbagai kepedulian secara konsisten beliau kerahkan untuk Palestina.
Tak salah jika Yasser Arafat saat mengenang jasanya menulis, “Al-Quds Syarif (Yerusalem) adalah yang paling beliau cintai, beliau berjuang demi itu, yang selalu merupakan angan-angan beliau.”
Semoga perjuangan ini senantiasa menyala dalam sanubari bangsa Indonesia, terutama umat Islam. Rahimahullah rahmatan waasi’ah. (*)
Kategori :