“Rencana penerapan ERP ini dinilai tidak didukung kajian yang kuat karena durasi pemberlakuan yang lama dan ruas jalan yang diberlakukan ERP terlalu banyak dan luas,” sambung Yani.
Kemudian, terkait dengan kebijakan disinsentif parkir kendaraan yang tidak lulus uji emisi, FPKS menilai hal ini sudah diterapkan di beberapa lokasi parkir yang dikelola Pemprov DKI Jakarta.
“Kebijakan ini sangat positif karena akan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, namun FPKS meminta agar penerapannya tidak untuk pengguna sepeda motor yang masyarakatnya sebagian besar adalah kelas menengah ke bawah,” paparnya lagi.
Ditambah lagi dengan tidak adanya kebijakan dan program yang serius mengatasi polusi udara. Pemprov DKI melakukan uji emisi kendaraan bermotor secara masif, razia uji emisi menyiram jalan, sampai menyemprotkan air dari atas gedung pencakar langit, dinilai tidak serius dalam realisasinya.
“FPKS menilai kebijakan tersebut tidak dilakukan secara matang sehingga dalam penerapannya tidak konsisten. Selain itu upaya yang dilakukan tersebut bersifat responsif, tidak strategis, dan tidak berlandaskan bukti ilmiah,” jelasnya.
Terakhir, FPKS menyoroti pelatihan-pelatihan oleh Dinas PPKUKM dan Disnakertrasen yang monoton dan diseragamkan di seluruh wilayah kota.
Keinginan FPKS adalah pelatihan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasar tenaga kerja di masing-masing wilayah kota, serta link and match dengan BUMD serta perusahaan swasta ditingkatkan.
“Juga Disnakertransen bisa membuat aturan agar perusahaan-perusahaan di Jakarta mengutamakan karyawan yang ber KTP Jakarta,” tandas Yani. (jp)