DKPP Diminta Pecat Permanen Seluruh Komisioner KPU

--

JAKARTA - Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) 2.0 meminta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memecat permanen tujuh komisioner Komisi Pemihan Umum (KPU).

TDPI menganggap para komisioner KPU melanggar etik akibat menerima Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden pendamping Prabowo Subianto.

Koordinator TPDI 2.0 Patra M Zen mengatakan pihaknya meminta DKPP menjatuhkan sanksi tegas berupa pemberhentian kepada seluruh komisoner KPU. Alasannya, KPU sebagai penyelenggara pemilu dinilai telah mengabaikan kepentingan negara dan mengakomodasi kehendak perorangan.

Pengadu menilai bila Hasyim Asy’ari dan komisioner kini masih memimpin pelaksanaan pemilu 2024 maka keadilan demokrasi akan terancam. Hal ini berkaca dari penerimaan Gibran sebagai pendamping Prabowo.

“Karena kami menilai, kalau masih komisoner ini yang menyelenggarakan pemilu maka negara, demokrasi yang berkeadilan akan terancam,” tegas Patra di DKPP, Jakarta, Kamis (16/11).

TPDI 2.0 menekankan saat Gibran mendaftar di KPU, penyelenggara masih menggunakan Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 yang menyatakan syarat peserta Pilpres masih berusia minimal 40 tahun. Sementara, KPU baru merubah aturannya pada 3 November 2023.

Patra menilai keistimewaan ini diberlakukan khusus untuk Gibran berarti KPU bisa diduga melanggar sumpahnya karena mengutamakan kepentingan pribadi atau golongan di atas kepentingan negara.

"Kami meminta komisioner KPU diberhentikan secara tetap,” imbuhnya.

Dalam laporan itu, Patra dan rekan-rekannya turut menyerahkan sejumlah barang bukti. Di antaranya, PKPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

PKPU Nomor 23 Tahun 2003 tentang perubahan atas PKPU 19 Tahun 2023. Terakhir, Keputusan KPU Nomor 1632 Tahun 2023 tentang Penetapan Gibran sebagai Calon Wakil Presiden.

“Tentunya kami akan ajukan saksi-saksi. Saksi ini juga bisa semua warga negar yang menyaksikan (penerimaan Gibran, red) di televisi betapa pelanggaran sumpah ini dilakukan secara telanjang, terang, dan nyata,” tegas Patra.

Tak hanya ke DKPP, TPDI 2.0 juga akan menggugat KPU ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pada pekan depan. Gugatan ini untuk menguatakan seluruh upaya hukum yang dilakukan oleh pihaknya.

“Pekan depan saya akan gugat di PTUN, antara Senin atau Selasa,” lanjut Patra.

Firman Tendry Masengi selaku pemberi kuasa menilai KPU telah melakukan sejumlah pelanggaran saat menerima Gibran sebagai peserta Pilpres 2024 yang bisa menggangu sistem demokrasi. Atas dasar itu, pihaknya melaporkan KPU ke DKPP agar sistem demokrasi ini masih bisa terjaga.

“Dengan kesadaran kami ini, kami menggugat perbuatan melawan hukum KPU di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan mengadukan persoalan ini ke DKPP,” tambah Tendry.

Di tempat yang sama, Petrus H Haryanto menuturkan penetapan KPU untuk pasangan Prabowo-Gibran menjadi peserta membuktikan pesta demokrasi Indonesia dilaksanakan dengan pelanggaran etik oleh penyelenggara pemilu.

“Pemilu ini dilaksanakan tanpa mengindahkan aturan perundang-undangan dan hukum itu salah satu bentuk pelanggaran kode etik penyelenggaraan pemilu,” tutur Petrus.

TPDI 2.0 sebelumnya menggugat pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai Bakal Calon Wakil Presiden yang berpasangan dengan bakal calon presiden Prabowo Subianto dalam kontestasi Pemilu 2024.

Menurut mereka, pencalonan Gibran ini merupakan perbuatan melawan hukum. Sejumlah pihak yang didaftarkan dalam gugatan ke Pengandilan Negeri Jakarta Pusat ini antara lain, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai tergugat I. Kemudian Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman sebagai tergugat II.

Selanjutnya, Presiden Joko Widodo sebagai turut tergugat I dan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno sebagai turut tergugat II.

Untuk tergugat I yakni KPU, Patra menjelaskan, perkara yang digugat adalah terkait penerimaan pendaftaran capres dan bacawapres pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka oleh KPU pada 25 Oktober 2023 kemarin.

Untuk gugatan terhadap Anwar Usman, Patra menjelaskan bahwa oaman dari Gibran tersebut melanggar prinsip dan Undang-undang Kekuasaan Kehakiman.

Aturan yang ada jelas menyebutkan, majelis hakim yang memiliki hubungan keluarga sampai tiga tingkat dengan pihak berperkara, tidak boleh ikut mememeriksa dan mengadili gugatan tersebut.

Soal memasukkan nama Jokowi dan Pratikno sebagai turut tergugat dalam aduan ini, TPDI 2.0 menilai kedua sosok itu tidak melarang penerimaan Gibran. (jp)

Tag
Share