Kejari Lebong Lidik Dugaan Korupsi di PDAM TTE dan Seleksi PPPK

Kejari Lebong Lidik Dugaan Korupsi di PDAM TTE dan Seleksi PPPK-foto :adrian roseple/radarlebong-
LEBONG.RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Kejaksaan Negeri (Kejari) Lebong kini tengah menangani dua perkara besar yang diduga kuat melibatkan praktik korupsi dan penyalahgunaan wewenang di lingkungan pemerintahan daerah.
Kedua kasus tersebut kini menjadi sorotan publik karena menyangkut hajat hidup orang banyak dan berpotensi menimbulkan kerugian negara dalam jumlah besar.
Kasus pertama menyasar dugaan korupsi berjamaah di tubuh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Tebo Emas (TTE).
Sementara kasus kedua, yang tak kalah menghebohkan, berkaitan dengan kecurangan dalam proses seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang terjadi dalam rentang waktu 2021 hingga 2024.
BACA JUGA:Tangani Temuan BPK dan Penertiban Aset, Pemkab Lebong Gandeng Kejari
Kejaksaan memastikan bahwa proses penyelidikan atas dua perkara ini tengah berjalan intensif.
Kepala Kejari Lebong, Evelin Nur Agusta SH, MH, melalui Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Lebong, Robby Rahditio Dharma SH, MH, membenarkan bahwa tim penyidik sudah mulai memanggil dan memeriksa sejumlah saksi terkait dua kasus tersebut.
Namun, karena masih dalam tahap penyelidikan, ia belum dapat mengungkapkan detail pihak-pihak yang terlibat maupun sejauh mana proses penanganannya.
"Belum dapat kami sampaikan secara detail, karena dua kasus ini baru dalam tahap penyelidikan," ungkap Robby.
Meski demikian, Robby menegaskan bahwa semua laporan masyarakat yang masuk akan ditindaklanjuti secara profesional. Ia meminta waktu dan kepercayaan publik agar penyidik dapat mendalami dugaan pelanggaran secara objektif dan menyeluruh.
"Yang jelas, semua laporan masyarakat yang masuk itu akan kami tindak lanjuti. Jadi kami meminta waktu untuk mengusut kedua kasus besar ini, " singkat Robby.
Kasus yang menyeret PDAM Tirta Tebo Emas terungkap setelah ditemukan dugaan adanya praktik ilegal di dalam tubuh perusahaan, seperti sambungan air tanpa izin (ilegal), pungutan liar, hingga manipulasi tagihan pelanggan.
Tak hanya mencoreng nama perusahaan, praktik kotor ini juga diperkirakan menimbulkan kerugian besar yang ditaksir mencapai Rp 2,5 hingga Rp 5 miliar setiap tahunnya.
Sebagai perusahaan milik daerah, kerugian tersebut tentu berdampak langsung pada keuangan daerah dan kualitas pelayanan publik, khususnya akses air bersih bagi masyarakat. Banyak warga yang merasa dirugikan karena layanan air tak berjalan semestinya, padahal mereka tetap dibebani tagihan.