Kejari Lebong Usut Pungli dan Kebocoran Pendapatan PDAM TTE

Sejumlah pejabat di PDAM TTE Kabupaten Lebong sudah dipanggil penyidik Kejari Lebong.-(amri/rl)-

RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Dugaan praktik kotor di tubuh PDAM Tirta Tebo Emas (TTE) Kabupaten Lebong kini menjadi sorotan serius Kejaksaan Negeri (Kejari) Lebong.

Sejumlah indikasi penyimpangan seperti sambungan air ilegal, pungutan liar (pungli), hingga manipulasi tagihan pelanggan tengah ditelusuri untuk memastikan adanya potensi kerugian bagi perusahaan milik daerah tersebut.

Informasi yang dihimpun, tim penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Lebong telah memanggil dan memeriksa sejumlah pejabat PDAM TTE secara bergiliran.

Langkah ini dilakukan untuk mengumpulkan bukti dan keterangan terkait dugaan praktik ilegal yang telah merugikan perusahaan dan pelanggan selama beberapa tahun terakhir.

Baca Juga: Perpusda Lebong Dorong Kolaborasi Perpusnas dan Provinsi Bengkulu

Plt Direktur PDAM TTE Lebong, Wilyan Bachtiar, S.IP, membenarkan dirinya bersama Kabag Umum dan Keuangan telah memenuhi panggilan penyidik Kejari Lebong.

Pemeriksaan tersebut berkaitan dengan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan perusahaan selama periode Juli hingga Agustus 2025.

“Kami sudah dipanggil oleh penyidik Pidsus Kejari Lebong. Saya bersama Kabag Keuangan yang baru sudah memberikan keterangan dan data yang diperlukan,” ujar Wilyan.

Wilyan menambahkan, penyidik juga meminta data keuangan PDAM TTE sejak tahun 2020.

Hal ini membuka peluang bagi mantan pejabat PDAM untuk turut dimintai keterangan, terutama terkait dugaan pemasangan sambungan ilegal yang merugikan perusahaan.

Menurut Wilyan, praktik sambungan ilegal yang dilakukan oknum petugas menjadi penyebab kebocoran pendapatan PDAM TTE selama ini.

Sambungan tersebut dipasang tanpa melalui prosedur resmi, tidak memiliki nomor rekening pelanggan, dan pungutan yang dikenakan kepada masyarakat jauh melebihi tarif resmi. Selain itu, setoran yang dibayarkan pelanggan tidak masuk ke kas perusahaan.

“Pemasangan baru seharusnya dikenakan biaya resmi sekitar Rp 1,5 juta, sudah termasuk water meter dan penerbitan rekening. Namun praktik ilegal yang dilakukan oknum justru mematok biaya jauh lebih tinggi dan tidak masuk ke kas perusahaan. Masyarakat yang paling dirugikan,” jelas Wilyan.

Berdasarkan data internal, kebocoran pendapatan akibat praktik ilegal ini diperkirakan mencapai Rp 2,5 hingga Rp 3 miliar per tahun, sehingga menimbulkan kerugian signifikan bagi PDAM TTE.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan