Hasil Demo

Dying to Survive.-hariandisway-
"Tidak diputar lagi. Tapi Anda bisa nonton di TV Anda di kamar," katanya. Saya pun minta tolong: agar sang petugas membantu saya mencarikan film tersebut. Rupanya ada semacam ”Netflix” milik Tiongkok yang memutar film-film setempat.
Musik pembuka film itu sangat akrab di telinga saya: musik India. Lagunya pun lagu India. Awal menonton film ini seperti akan menonton film India.
Saya pun bertanya, dalam hati: bagaimana sutradara Wen bisa meloloskan filmmya dari lembaga sensor di sebuah negara komunis.
Ternyata Wen sangat bijaksana. Ketika mengajukan izin, ia menekankan akan membuat cerita yang menonjolkan sisi kemanusiaan. Bukan film yang terkesan melawan pemerintah.
Kepintaran lainnya: ia tidak mau memproduksi sendiri. Ia bekerja sama dengan perusahaan film terbesar di Tiongkok. Menjadi film produksi bersama. Ia tahu produsen terbesar itu lebih tahu lika-liku mengurus perizinan.
Kini obat-obat kanker mahal seperti Imatinib (Gleevec) dari Novartis, Herceptin, Rituximab dari Roche, dan obat kanker dari AstraZeneca bisa masuk daftar di BPJS Tiongkok.
Tidak ada lagi beda kelas beda obat, beda nasib beda dokter. (Dahlan Iskan)