Punya Anak di Tengah Krisis, Investasi Masa Depan atau Beban Hidup?

Punya Anak di Tengah Krisis, Investasi Masa Depan atau Beban Hidup--Satu Persen - Indonesian Life School
Survei menunjukkan bahwa satu dari empat perempuan muda menikah tidak pernah mendapat edukasi kontrasepsi.
Bagi masyarakat miskin, berpikir jangka panjang adalah sebuah kemewahan.
Mereka lebih fokus pada kebutuhan harian, dan hubungan seksual pun kerap dijadikan pelarian emosional dari tekanan hidup, yang ujungnya berakhir dengan kehamilan tidak direncanakan.
BACA JUGA:Anggaran Siap, Pelaksanaan Pilkades di Lebong Tunggu PP
Di sisi lain, tekanan sosial juga memainkan peran besar.
Pasangan yang belum punya anak sering dianggap kurang bahagia, belum lengkap, bahkan menjadi bahan sindiran keluarga.
Padahal, di era sekarang, kebahagiaan bisa ditemukan dalam berbagai bentuk, dan memiliki anak seharusnya menjadi keputusan sadar, bukan tekanan tradisi.
Realita menunjukkan bahwa anak-anak yang lahir dari keluarga miskin cenderung menghadapi risiko lebih tinggi dalam hal kesehatan, pendidikan, dan kesempatan kerja.
BACA JUGA:32.509 Objek PBBP2 Tahun 2025, Target PAD Capai Rp 3,1 Miliar
Tanpa modal cukup berupa perhatian, waktu, dan uang, anak bisa tumbuh dalam ketidakpastian dan menjadi bagian dari generasi sandwich berikutnya—generasi yang harus menanggung beban orang tua sekaligus membangun hidup sendiri.
Solusi konkret yang bisa diterapkan di antaranya adalah mengelola keuangan keluarga secara sadar dan memprioritaskan edukasi pranikah dan parenting.
Generasi muda, khususnya Gen Z yang mulai membangun keluarga, disarankan untuk menunda memiliki anak hingga benar-benar siap secara emosional dan finansial.
Memiliki anak bukanlah keharusan sosial, melainkan tanggung jawab jangka panjang yang besar.