Tolak Kebijakan Dedi Mulyadi, P2G: Tidak Lazim Siswa Masuk Jam 6 Pagi

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.-foto: net-
Dalam penerapan jam masuk sekolah lebih pagi banyak kesulitan dalam implementasi. Seperti akses ke sekolah yang jauh dari rumah siswa dan guru. Ketidaktersediaan kendaraan umum pada jam berangkat sekolah. Risiko keamanan bagi siswa dalam keberangkatan, karena kondisi jalan sepi atau langit masih gelap.
Guru dan orang tua siswa merasa lebih terbebani karena harus menyiapkan sarapan dan bekal lebih awal. Bagi orang tua yang punya anak cukup banyak, lebih merepotkan lagi sebab harus membagi perhatian penyiapan lebih awal.
“Guru dan siswa yang rumahnya jauh harus bangun lebih pagi lagi. Malah sarapan pada jam sahur. Ini tentu saja sangat tidak berkeadilan” ungkap Iman.
Tujuan KDM agar anak tidak malas, bersemangat ke sekolah, dan gemar belajar dengan mempercepat jam masuk sekolah sebenarnya tidak langsung berkorelasi satu sama lain.
Justru membangun kualitas pembelajaran itu terletak dalam ekosistem pembelajaran di sekolah, pola asuh di rumah, bagaimana guru mampu membangun ruang belajar berkualitas, aman, nyaman, sehat, dialogis, konstruktif, dan berpusat pada peserta didik. Akan percuma masuk terlalu pagi, tapi kualitas pembelajaran masih rendah.
Sementara itu tantangan pendidikan di Jawa Barat cukup berat. Anak Tidak sekolah di jabar mencapai 623.288 anak di antaranya yang dropout sebanyak 164.631 anak. Bahkan Jawa Barat berada di urutan pertama nasional angka putus sekolah di jenjang SD (data Kemdikdasmen 2024).
Masih banyak persoalan pendidikan yang harus diurus oleh KDM di Jawa Barat. Misal, ada sekitar 22 ribu ruang kelas rusak berat dan 59 ribu kelas rusak sedang di Jawa Barat. Guru di Jawa Barat yang sudah disertifikasi angkanya di bawah 40%.
Artinya separuh guru di Jawa Barat dianggap belum profesional di atas kertas (NPD, 2023).
P2G menilai kebijakan pendidikan oleh KDM selama ini belum berdasarkan evidence based policy dan research based policy. Sehingga rapuh secara konseptual dan rentan untuk berubah secara drastis karena tidak kuat.
Yang dibangun pun bukan kekuatan birokrasi di bawah, melainkan personal KDM sebagai gubernur tentu ini menjadi problematika sendiri dalam internal birokrasi daerah.
P2G merasa kebijakan pendidikannya lebih banyak didasarkan pada ide spontanitas, bukan yang terencana dan sistematis sebagaimana konsep dasar pendidikan itu sendiri.
"Dengan skema belajar 5 hari sekolah ditambah masuk terlampau pagi dan pulang lebih sore, anak bisa saja melampiaskan kelelahan di sekolah itu, hari Sabtu dan Minggu dengan aktivitas yang negatif dan destruktif seperti tawuran, dan bentuk pelampiasan lainnya. Ini semua harus diantisipasi oleh semua pihak," paparnya.(jp)