Gatot Prio Utomo Sebut Tantangan Pemilu Indonesia Terbesar dan Terumit di Dunia
--
JAKARTA - Staf Khusus Wakil Presiden RI, Dr. R. Gatot Prio Utomo menilai Pemilu di Indonesia sebagai Pemilu terbesar dan terumit di dunia. Sehingga memiliki tantangan yang tak mudah.
Menurutnya, indikasi Pemilu Indonesia sebagai yang terbesar dan terumit itu bisa dilihat dari beberapa dimensi, baik waktu, jumlah pemilih, dan sebaran pemilih yang luas.
"Dalam satu waktu secara serentak memilih Presiden/Wakil Presiden, anggota Dewan Perwakilan Daerah, anggota DPRD baik di Tingkat Provinsi maupun di Tingkat Kabupaten/Kota," kata Gatot Prio Utomo, melalui keterangannya, Kamis (18/1).
Dia mengatakan Pemilu ini diikuti dengan jumlah pemilih yang sangat besar. Serta, sebaran pemilih di area negara kepulauan yang sangat luas dengan demografi yang sangat beragam, baik dari sisi suku, budaya, tingkat pendidikan, dan juga kondisi ekonominya.
"Kompleksitas situasi ini jika tidak dipahami dan ditangani secara bijak, maka berpotensi memunculkan risiko pada kohesivitas kebangsaan kita," ujar Gatot.
Oleh karena itu, menurutnya, kualitas Pemilu 2024 harus ditingkatkan, sehingga triliunan anggaran Pemilu mampu menghasilkan kepemimpinan yang bermartabat, berlegitimasi kuat, dan inklusif di semua tingkatan.
"Supaya menghasilkan kepemimpinan bermartabat, maka Pemilunya harus bermartabat. Dan agar Pemilu bermartabat, maka prinsip-prinsip fairness harus menjadi pegangan dari seluruh pemangku kepentingan," kata Alumnus Univesitas Indonesia ini. Ia berpendapat, salah satu hal yang dapat mencederai prinsip fairness tersebut adalah konflik kepentingan (conflict of interest).
Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini banyak komponen bangsa yang terlibat dalam tim-tim pemenangan, termasuk para pejabat negara yang menjadi tim sukses paslon.
"Masyarakat seringkali sulit membedakan tindakan pejabat negara, apakah dalam kapasitas sebagai pengemban amanah jabatan atau sebagai timses paslon, sehingga tidak heran jika kemudian muncul banyak kecurigaan atau persepsi mengenai netralitas," katanya.
Meski demikian, Ia percaya penyelenggara Pemilu, yaitu KPU dan Bawaslu akan menjadi pihak yang netral, menjunjung tinggi etika, dan mampu melahirkan Pemilu yang bermartabat.
"Saya berkeyakinan bahwa kedua badan penyelenggara Pemilu tersebut akan selalu menjunjung tinggi etika, profesionalisme dan netralitas seperti yang ditunjukkan pada Pemilu-Pemilu sebelumnya. Hanya dengan etika, profesionalisme, dan netralitas, maka KPU dan Bawaslu akan menjadi bagian dari solusi, bukan bagian dari masalah Pemilu 2024 yang terbesar dan terumit di dunia ini," jelasnya.
Tak lupa, sambung Gatot, komitmen TNI dan Polri dalam sejarah Pemilu sudah teruji. Komitmen dan kesetiaan TNI dan Polri kepada NKRI jauh diatas kepentingan pribadi dan golongan.
"Saya memiliki keyakinan dan harapan besar bahwa TNI dan Polri dapat dipercaya netralitasnya menjadi garda demokrasi, serta memajukan peradaban Indonesia dengan mengawal Pemilu 2024 secara bermartabat," terangnya.
Terkait dengan potensi polarisasi dan konflik pasca Pemilu, Prio menyarankan kepada KPU dan Bawaslu agar memetakan seluruh risiko yang dapat terjadi dan merumuskan rencana mitigasinya secara efektif. Hal ini agar menjadi daya antisipatif yang cukup jika risiko itu benar-benar terjadi.