Dari 150 Nyawa ke Satu Hidayah

Kisah mantan gangster Australia yang bersyahadat setelah membunuh lebih 150 orang. Dari kegelapan ke terangnya sajadah.-foto: net-
RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - DI SEBUAH malam yang lengang di kawasan gelap bawah tanah Sydney, hujan peluru memecah kesunyian. Dua magasin peluru dilepaskan dalam sembilan detik, mencabut nyawa seorang tokoh kejahatan.
Dalam hiruk pikuk perang antar geng itu, seorang pria berdarah dingin berdiri sebagai eksekutor: penembak jitu, bagian dari jaringan kriminal terorganisasi Australia. Pria itu kini duduk tenang, dengan sorban di kepala, menggenggam tasbih di tangan.
Namanya tidak dicantumkan atas permintaan pribadi. Tapi kisah hidupnya sudah menjadi legenda dalam dunia kejahatan Negeri Kanguru.
“Saya membunuh 150 orang, mungkin lebih. Saya berhenti menghitung,” katanya datar dalam sebuah wawancara panjang dengan Lily Jay, YouTuber yang dikenal karena membahas topik-topik seputar Islam, spiritualitas bertema “EMOTIONAL STORY From Crime to Quran + wife DIED 1 week after her Shahada | Finding Islam in prison”.
Matanya teduh, tidak lagi mencerminkan amarah yang dulu membara di setiap tembakan yang ia lepaskan.
Ia pernah hidup dalam dunia yang hanya dilihat orang lewat layar televisi dan berita kriminal. Dalam hiruk-pikuk dunia malam Sydney, para gangster besar datang menemuinya untuk menagih atau menagih utang. “Saya adalah orang yang mereka datangi saat tak ada lagi yang bisa menyelesaikan masalah,” katanya.
Namun dunia itu runtuh dalam sekejap, saat sebuah eksekusi gagal membuatnya harus berhadapan dengan hukum. Ia dijatuhi hukuman sembilan tahun penjara. Dalam sunyi sel penjara itulah, sebuah cahaya masuk ke dalam hatinya.
“Waktu di penjara, saya banyak berpikir. Tidak ada keluarga, tidak ada pekerjaan. Hanya saya dan waktu. Di situlah saya menemukan Tuhan, saya menemukan Allah,” katanya.
Hidayah itu datang perlahan. Ia mulai membaca Al-Qur’an, belajar shalat, dan memperbaiki hidup. Teman-teman satu sel menyebutnya “Abang Imam”, karena ia mulai memimpin shalat Jumat di lapas. “Ketenangan itu datang ketika kamu berserah. Tidak ada lagi rasa takut… kecuali kepada Allah.”
Setelah bebas, pemerintah Australia mendeportasinya. Ia kembali ke negara asalnya, memulai hidup baru. Kini ia mengabdikan hidupnya untuk berdakwah kepada anak muda. Ia mengingatkan mereka bahwa jalan kekerasan dan dunia malam tak akan membawa ke mana-mana.
“Gangster terbesar bukan yang paling banyak membunuh,” katanya pelan. “Gangster terbesar adalah yang bisa bangun pagi untuk shalat Subuh dan shalat lima waktu.”
Cinta, Air Mata, dan Kalimat Syahadat
Perjalanan hidupnya tak hanya soal peluru dan penjara. Ia juga memiliki satu cinta sejati: Sharon, seorang perempuan kulit putih yang telah menemaninya sejak 2009. Mereka menikah dan hidup bersama, saling menopang di tengah kesulitan ekonomi dan trauma masa lalu.
Namun takdir berkata lain. Sharon mengalami cedera pada bagian panggul dan harus menjalani operasi. Sebuah prosedur medis yang mestinya sederhana itu berakhir menjadi tragedi.