Wamendiktisaintek: Research Ranking Indonesia Jauh di Bawah Thailand, Vietnam, Malaysia
Wamendiktisaintek Stella Christie mengungkapkan human capital dan research ranking Indonesia berada jauh lebih rendah dibandingkan Malaysia Thailand dan Vietnam. -Foto Humas Kemdiktisaintek-
JAKARTA.RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek) Stella Christie mendorong mahasiswa memiliki research mindset dan spesialisasi untuk beradaptasi terhadap pembentukan industri.
“Saya menyoroti, SDM tidak mungkin sama. Jadi, SDM itu harus terus berubah, kalau kita mau mencapai perubahan ekonomi,” papar Wamen Stella pada diskusi panel dengan tema “Mempercepat Transformasi Ekonomi Nasional: Strategi Pengembangan Hilirisasi Industri, Ketahanan Padangan, dan SDM Unggul”, Jumat (17/01).
Wamen Stella mengungkapkan dalam upaya meningkatkan research mindset tak cukup hilirisasi, juga butuh “huluisasi” yang berkaitan dengan penyiapan SDM Unggul.
Fakta menarik disampaikan Wamen Stella bahwa human capital dan research ranking Indonesia berada jauh lebih rendah dibandingkan Malaysia Thailand dan Vietnam.
Kalau mahasiswa itu punya research mindset, mereka akan menghasilkan penelitian berkualitas. Mahasiswa bersangkutan juga bisa menjadi inovator industri dan menghasilkan industri baru.
"Setelah itu teknologi baru tersebut bisa diterapkan di industri,” ujar Stella.
Industri prinsipnya membutuhkan tenaga kerja berkualitas tinggi, yang dapat dihasilkan dari kampus. Inilah mengapa kampus dan industri saling membutuhkan. Perlu koordinasi yang baik, agar kerja sama keduanya saling menguntungkan.
“Jadi, perguruan tinggi, universitas, dan juga politeknik mendapatkan masukan ekonomi, mendapatkan suntikan ekonomi dari industri. Orang yang di industri, merasa mereka mendapatkan ilmu dari perguruan tinggi,” tegas Stella.
Saat ini, penggerak utama penelitian di Indonesia masih terpusat kepada satu badan. Hal inilah yang diupayakan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi bahwa riset harus dilakukan oleh dosen, sehingga terjadi trickle down of knowledge.
“Kita bisa menciptakan specialized dan adaptable workforce, Ini adalah bagaimana kita mempunyai SDM yang bisa memenuhi tuntutan pasar yang bergerak yang cepat,” katanya.
Wamendiksaintek berpendapat bahwa hal ini harus difokuskan pada pendidikan vokasi. Harapannya pendidikan vokasi dapat meningkatkan kompetensi dan keterampilan yang relevan, pendidikan yang mengampuni, serta tenaga kerja yang berkualitas.
“Pembelajaran berbasis kerja sangat berhasil mengeluarkan lulusan-lulusan pendidikan yang bisa mengikuti pertukaran industri sehingga kita tune-in dengan industri dan juga mereka menghasilkan. Saya rasa ini cukup penting untuk menciptakan middle class yang kuat,” pungkas Stella. (jp)