Khutbah Jumat: Pelajaran dari Kisah Du’tsur bin Harits
--
RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Pelajaran tawakal tertinggi ada pada diri Nabi Muhammad ﷺ dan para sahabatnya, saat diganggu fisik dan mental dari orang-orang kafir, tetap istiqamah berserah diri pada Allah SWT
KITA mengenal Du’tsur bin Harits, yang menyergap Rasulullah ﷺ sembari menghunuskan sebilah pedang ke Baginda Nabi. Di bawah ini naskah lengkapnya;
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
Ma’asyiral Muslimin Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah
Diriwayatkan, bahwa Rasulullah ﷺ tengah beristirahat di sebuah pohon yang rindang usai mengejar musuh di sebuah daerah. Rasulullah ﷺ melepas bajunya yang basah untuk dikeringkan. Sementara pasukan yang lain berpencar.
Ternyata, saat itu ada musuh yang mengintai. Namanya Du’tsur bin Harits. Melihat ada kesempatan ia segera menyergap Rasulullah ﷺ tepat di depan wajah beliau sembari menghunuskan sebilah pedang.
Kata Du’tsur, “Wahai Muhammad, siapa yang bisa mencegah dirimu dari hantaman pedang ini?” Dengan penuh keyakinan dan iman yang mantap, Rasul ﷺ menjawab, “Allah.”
Mendengar hal itu, tiba-tiba tangan Du’tsur lunglai dan lemas. Pedangnya terjatuh. Rasul ﷺ segera mengambil pedang tersebut dan berkata, “Sekarang siapa yang bisa mencegah pedang ini menghantam dirimu?” Du’tsur menjawab, “Tidak ada.”
Singkat kisah, Rasul ﷺ memaafkan Du’tsur dan ia bahkan secara sukarela masuk ke dalam Islam, mengucapkan dua kalimat syahadat. Du’tsur menjadi seorang muslim yang baik. Ia juga mengajak kaumnya untuk memeluk Islam.
Ma’asyiral Muslimin Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah
Kisah di atas memercikkan hikmah. Apa saja hikmah di balik kisah ini? Mari kita pungut hikmahnya sebagai berikut.
Hikmah pertama adalah keyakinan yang kuat pada diri Rasulullah ﷺ. Ucapan, “Allah,” sebagai jawaban atas pertanyaan, ‘Siapa yang bisa menyelamatkanmu,’ merupakan gambaran tentang bagaimana kuatnya sikap yakin beliau kepada Allah SWT.
Dengan lafadz agung ‘Allah’ pedang yang sudah terhunus dan siap menebas batang leher, langsung jatuh. Pelakunya menjadi lemas tidak berdaya. Karena beliau ﷺ yakin bahwa tidak ada daya dan upaya kecuali datang dari Allah SWT (Laa hawla wa Laa quwwata illaa billaah)
Kedua, tawakal yang sangat dalam. Rasulullah ﷺ memberi pelajaran lewat kisah ini, bahwa siapa yang bertawakal kepada Allah SWT, maka Allah-lah yang akan menjadi pelindung bagi dirinya.
Tawakal tingkat tinggi ala Rasulullah ﷺ ini harus menghujam juga dalam kehidupan kita.
Kita diciptakan oleh Allah SWT dengan seabrek fasilitas dan sumber daya yang luar biasa. Tugas kita hanya berusaha dengan sebaik-baiknya. Selebihnya kita serahkan kepada Allah SWT yang Maha Menjamin kehidupan setiap makhluk-Nya. Rasulullah ﷺ bersabda:
لَوْ أَنَّكُمْ تَوَكَّلْتُمْ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا
“Sekiranya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, niscaya Dia akan memberi rezeki kepada kalian sebagaimana Dia memberi rezeki terhadap burung, ia pergi dalam keadaan lapar dan pulang dalam keadaan kenyang.” (HR. Ibnu Majah)
Betapa banyak manusia yang lupa dengan tawakal. Dia hanya menggantungkan dirinya pada kemampuan diri yang terbatas. Lupa bahwa yang mampu untuk memenangkan atau menggagalkan usaha adalah Allah SWT.
Akibatnya, ketika dia berhasil dalam suatu hal, dia lupa daratan. Ketika dia gagal, dia berputus asa lalu mengucapkan kata-kata yang tidak pantas tentang Allah SWT.
Sikap tawakal perlu kita tiru dari Nabi Muhammad ﷺ dan para sahabatnya. Mereka menerima gangguan baik fisik dan mental dari orang-orang kafir. Namun, mereka tetap istiqamah dan menghadapi semua itu dengan sikap serta perkataan yang baik, sampai akhirnya menyerahkan hasilnya kepada Allah SWT.
وَمَا لَنَآ اَلَّا نَتَوَكَّلَ عَلَى اللّٰهِ وَقَدْ هَدٰىنَا سُبُلَنَاۗ وَلَنَصْبِرَنَّ عَلٰى مَآ اٰذَيْتُمُوْنَاۗ وَعَلَى اللّٰهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُتَوَكِّلُوْنَ
“Dan mengapa kami tidak akan bertawakal kepada Allah, sedangkan Dia telah menunjukkan jalan kepada kami, dan kami sungguh, akan tetap bersabar terhadap gangguan yang kamu lakukan kepada kami. Dan hanya kepada Allah saja orang yang bertawakal berserah diri.” (QS. Ibrahim: 12)
Jamaah Shalat Jumat yang dimuliakan Allah
Hikmah ketiga, sikap pemaaf Rasulullah ﷺ. Kisah ini menyelipkan pesan betapa indahnya akhlak Rasulullah ﷺ. Beliau mau memaafkan musuhnya yang ingin membunuhnya.
Berkat hidayah dari Allah SWT dan sikap pemaaf Rasulullah ﷺ, Du’tsur pun masuk Islam, tidak jadi memerangi umat Islam, bahkan mengajak kaumnya untuk berada di barisan kaum muslimin.
Maha Benar Allah SWT yang berfirman:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ
“Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.” (QS. Ali Imran: 159)
Jamaah Shalat Jumat yang dimuliakan Allah
Hikmah keempat, sikap pemberani yang tampak dari diri Sayiduna wa Maulana Muhammad ﷺ. Berani karena benar. Berani dalam membela yang haq.
Berani dalam melawan kemunkaran dan kebatilan. Berani mengatakan yang haq sebagai sesuatu yang haq, dan mengatakan yang batil sebagai sesuatu yang batil. Itulah Nabi kita Muhammad ﷺ.
Setiap muslim harus berjuang menegakkan nilai-nilai Islam di ranah pribadi, keluarga, masyarakat, dan bangsa. Untuk mewujudkan tugas-tugas perjuangan semacam ini, kita sangat dituntut memiliki keberanian yang sumbernya adalah keimanan dan keistiqamahan.
Muslim yang pemberani memiliki kemantapan dalam hati di saat badai menerpa kehidupan. Dalam situasi-situasi yang sulit, seorang pemberani tidak gentar menghadapinya.
Para pejuang Palestina adalah contoh sikap pemberani yang harus kita tiru dan teladani. Cukuplah sebagai kemuliaan, ketika Allah SWT mencintai orang mukmin yang pemberani:
اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الَّذِيْنَ يُقَاتِلُوْنَ فِيْ سَبِيْلِهٖ صَفًّا كَاَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَّرْصُوْصٌ
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (QS. Ash-Shaff : 04)
Empat hikmah yang bisa kita petik dari kisah semoga bisa menjadi motivasi bagi kita semua dalam upaya menumbuhkan keyakinan yang kuat, tawakal yang mantap, sikap pemaaf, dan pemberani. (Ali Akbar bin Muhammad bin Aqil)