Khutbah Jumat: Mengasah Kepekaan Jiwa
--
RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - JIKA seseorang sudah kehilangan sikap rendah hati, kalau kita anti-kritik, jangan bermimpi kita memiliki kepekaan jiwa apalagi kepedulian kepada sesama. Di bawah ini naskah Khutbah Jumat lengkapnya.
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
Ma’asyiral Muslimin Jamah Jumat Rahimakumullah
Saat ini kita hidup di masa-masa yang cukup sulit. Beragam musibah dan krisis mendera umat Islam di banyak tempat.
Saudara-saudara kita di Gaza dan Lebanon mengalami penindasan dan pembantaian dari pasukan penjajah Zionis Israel.
Saudara-saudara kita dari etnis Rohingya mengalami genosida sampai mereka harus mempertaruhkan nyawanya menyeberangi lautan demi menyelamatkan diri. Termasuk di negeri kita yang kita cintai, Indoesia, juga mengalami krisis, dari krisis ekonomi, moral, iman dan sebagainya.
Walhasil, ada banyak PR yang harus kita kerjakan dan atasi bersama. Namun yang cukup mengherankan adalah sikap dari sebagian saudara kita sendiri yang justru menghembuskan fitnah keji dan tuduhan-tuduhan tendensius yang menjadi alat pembenaran atas apa yang menimpa saudara-saudara kita tersebut.
Sikap seperti ini bukanlah akhlak kaum muslim. Seharusnya kita menyikapi keadaan yang mengenaskan yang menimpa umat Islam dengan merasakan rasa sakit seperti yang mereka rasakan.
Tidak peduli mereka berasal dari negara mana, etnisnya apa, bangsanya apa, atau apa mazhabnya.
Sakitnya mereka juga menjadi sakitnya kita. Kebahagiaan mereka juga menjadi kebahagiaan kita. Inilah akhlak yang diajarkan dalam agama Islam.
Seperti ungkapan yang sering kita dengar, “Berat sama dipikul ringan sama dijinjing.”
Rasulullah ﷺ bersabda:
لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَذَلِكَ
“Senantiasa ada sekelompok umatku yang dimenangkan atas kebenaran, tidak akan membahayakannya orang yang memusuhinya hingga hari Kiamat sedangkan mereka tetap seperti itu.” (HR. Muslim).
Jemaah Shalat Jumat Hafidzakumullah
Salah satu sikap terpuji yang harus kita miliki adalah kepekaan jiwa yang dalam. Orang yang memiliki kepekaan jiwa yang dalam akan membuatnya mampu menangkap isyarat-isyarat positif dari berbagai peristiwa yang terjadi, baik di masa lalu atau di masa sekarang.
Kemuliaan hadir pada saat kita mau menghiasi jiwa kita dengan kelembutan dan kepekaan. Sayangilah siapa pun, karena sesungguhnya Allah sangat sayang kepada siapa saja yang punya jiwa penyayang.
Sebaliknya, seseorang yang tidak memiliki kepekaan jiwa akan berakibat negatif pada diri dan masyarakatnya.
Akibat yang ditimbulkan bisa berupa ketidakmampuan menangkap isyarat-isyarat positif dari ucapan mau pun tindakan orang lain serta dari peristiwa-peristiwa yang terjadi.
Oleh karena itu, sebagai muslim kita harus memiliki kepekaan jiwa yang sangat tajam. Setidaknya ada dua upaya yang harus kita lakukan.
Pertama, memiliki perasaan rendah hati. Kepekaan jiwa hanya lahir dari orang-orang yang memiliki kerendahan hati. Tidak mungkin orang yang berperangai sombong bakal memiliki kepekaan jiwa.
Sebab orang yang sombong memandang bahwa dirinya telah sempurna dengan segala kelebihan yang dimilikinya. Tipe manusia seperti ini sangat sulit untuk menangkap isyarat dari sebuah peristiwa termasuk yang tengah menimpa saudara-saudara kita di berbagai belahan dunia.
Imam Hasan al-Bashri berkata, “Tahukah kalian apa itu tawadhu? Tawadhu adalah engkau keluar dari rumahmu, kemudian tidaklah engkau bertemu dengan seorang muslim, kecuali engkau merasa dan melihat bahwa dia lebih mulia daripada dirimu.”
Sahabat Nabi Muhammad ﷺ, Mu’adz bin Jabal berkata, “Seseorang tidak akan mencapai puncak keimanan hingga sikap tawadhu lebih ia sukai daripada ketenaran.”
Hadirin yang Dimuliakan Allah SWT
Kedua, untuk memiliki kepekaan jiwa kita harus suka menerima kritik dan saran dari siapa saja. Selama kritik dan saran itu bersifat membangun, menggugah kesadaran, dan mengandung nilai-nilai kebenaran, maka tidak ada alasan untuk tidak menerimanya.
Jangan menganggap setiap kritik yang ditujukan kepada kita sebagai bentuk permusuhan. Kita petik dan ambil manfaat darinya dengan mengabaikan tujuan orang yang mengkritik
Malik bin Dinar pernah berujar,
إِنَّ الْبَدَنَ إِذَا سَقِمَ لَمْ يَنْجَعْ فِيهِ طَعَامٌ وَلَا شَرَابٌ وَلَا نَوْمٌ وَلَا رَاحَةٌ وَكَذَلِكَ الْقَلْبُ إِذَا عَلِقَهُ حُبُّ الدُّنْيَا لَمْ تَنْجَعْ فِيهِ الْمَوْعِظَةُ
“Sungguh bila badan terasa sakit, maka makan, minum, tidur, dan istirahat menjadi tidak nyaman baginya. Demikian juga dengan hati, apabila sudah terpaut dengan cinta dunia, maka untaian nasihat (kritik/saran) menjadi tidak nyaman baginya.”
Dua hal di atas jika kita laksanakan dengan baik, Insya Allah, akan mampu mengasah kepekaan jiwa kita terhadap kejadian yang terjadi di sekeliling kita, kejadian yang menimpa saudara-saudara kita sesama umat Islam.
Sikap tawadhu (rendah hati) dan berlapang dada dalam menerima kritikan salah dua faktor kita memiliki empati dan simpati atas kondisi yang dirasakan oleh saudara kita umat Islam.
Kalau kita sudah kehilangan sikap rendah hati dan kalau kita anti kritik, jangan bermimpi kita memiliki kepekaan jiwa apalagi kepedulian kepada sesama. Jiwa menjadi antipati terhadap isyarat-isyarat dari sebuah peristiwa dan menganggap sebuah kejadian buruk yang menimpa saudara-saudara kita hanya sebatas berita angin lalu.
Mari mengasah kepekaan hati dengan tawadhu dan senang menerima nasihat. Mari meningkatkan kepedulian kepada sesama muslim dengan membantu secara moral dan material. Kita dukung dan sokong dengan sumber daya yang kita miliki. Apa yang kita berikan untuk mereka, kebaikannya akan kembali kepada diri kita sendiri.(Ali Akbar bin Muhammad bin Aqil)