RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Regulasi PPPK dinilai lebih berpihak kepada honorer atau tenaga non-ASN.
Imbasnya peserta berstatus prioritas satu (P1) yang mengabdi di sekolah swasta merana.
Nasib guru P1 swasta ini ibaratnya sudah jatuh tertimpa tangga lagi.
Mereka dikeluarkan dari sekolah swasta karena sudah lulus seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK), padahal sampai saat ini belum mendapatkan penempaan.
"Guru swasta yang berstatus P1 susah bergerak. Begitu lulus seleksi sudah diminta mengajukan surat berhenti, meskipun belum diangkat PPPK," kata Ketua Forum Guru Prioritas Pertama Negeri dan Swasta (FGPPNS) Jawa Tengah Zainudin saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi X DPR RI dipantau di YouTube, Rabu (3/7).
Dia mengungkapkan anggota FGPPNS Jateng sebanyak 1.024. Sementara, jumlah P1 se-Jateng tahun 2023 sebanyak 6.951.
Formasi PPPK yang tersedia sebanyak 1.500, sehingga yang tersisa 5.451, sedangkan versi data Kemendikbudristek sebanyak 4.042.
Ironinya, formasi PPPK untuk mata pelajaran (mapel) gemuk seperti PKWU, bahasa Inggris, matematika, seni budaya tidak dibuka.
"Selama ini seleksi PPPK regulasinya lebih banyak untuk honorer dan non-ASN, padahal P1 swasta banyak yang sudah dikeluarkan baik dengan hormat maupun tidak hormat," terangnya.
Oleh karena itu, FGPPNS menuntut peningkatan status P1 swasta. Sebab, guru swasta diperbolehkan melamar PPPK 2021.
Zainudin mengungkapkan kondisi guru swasta lulus PPPK 2021 di Jateng banyak yang dikeluarkan dan hanya menyandang status P1. Ada kepala sekolah (kepsek) yang dikeluarkan karena mendaftar PPPK.
"Sekali lagi kami mohon P1 swasta diprioritaskan di PPPK 2024, karena kami dengar hanya untuk non-ASN. Tolong selamatkan kami. Kami sudah kehilangan arah, mau pindah ke sekolah SD dan SMP ditolak karena berstatus P1," pungkasnya. (jp)
Kategori :