Berkaitan dengan persepsi kedekatan dengan Allah SWT, tentunya tidak dimaksudkan sebagai sesuatu yang diperoleh tanpa usaha dan perjuangan. Akan tetapi sebaliknya kedekatan ruhaniah itu merupakan hasil dari sebuah usaha timbal balik.
Dalam Al-Quran desebutkan bahwa kedekatan dengan Allah SWT, menjadi orang berbunyi : “Sesungguhnya orang-orang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah, bergetarlah hati mereka. Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal”. QS:Al-Anfal (8) – 2.
Dari pernyataan Al-Quran tersebut terlihat bahwa mudah tergetarnya hati adalah indikasi kualitas hati yang responsif karena memiliki kedekatan secara ruhaniah dengan Allah SWT.
Perlu kiranya dicamkan bersama bahwa hakekat ibadah dalam Islam bukanlah untuk memenuhi kepentingan Allah SWT.
Sesungguhnya Allah SWT sama sekali tidak kekurangan kemuliaan atau kebesaran kalau saja seluruh manusia di muka bumi ini tidak menyembah kepada-Nya.
Namun perlu diingat bahwa hakekat perintah ibadah dalam Islam untuk kepentingan manusia itu sendiri, bukanlah untuk memberikan pelayanan kepada Allah SWT karena Allah SWT sama sekali tidak membutuhkan pelayanan dari manusia.
Dalam menjalankan ibadah terlebih lagi seseorang kemudian menanamkan semangat ketulusan dan keikhlasan sebagai ruh dan jiwa beribadah.
Sebagaimana sebuah hadits Rasulullah yang artinya: “Keikhlasan itu ruh ibadah”.
Pengertian keikhlasan di ilustrasikan dengan sikap tidak meminta balasan, seperti yang dinyatakan dalam Al-Quran yang artinya: ”Sesungguhnya kami memberi makan kepadamu, hanya mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih”. QS:Al-Insan (76) – 9.
Wallahu ‘aklam bissawwab. (*)