Seorang yang telah jatuh cinta takkan mungkin sedetikpun melupakan hari pertemuan dengan Sang Kekasih. Sering kali mereka justru diberi umur panjang padahal mereka sangat menginginkan segera meninggalkan dunia, tempat tinggal para ahli maksiat, menetap di sisi Allah Tuhan semesta alam.
Sebagaimana yang diriwayatkan dari Hudzaifah menjelang ajalnya;
حبيب جاء على فاقة لا أفلح من ندم، اللهم إن كنت تعلم أن الفقر أحب إلي من الغنى والسقم أحب إلي من الصحة والموت أحب إلي من العيش فسهل علي الموت حتى ألقاك
“Seorang yang jatuh cinta datang dengan membawa ketidakberdayaan. Aku tidak akan selamat dari penyesalan. Ya Allah, apabila Engkau tahu bahwa kefakiran lebih aku cintai dari kekayaan, kondisi sakit lebih aku cintai dari sehat, kematian lebih aku cintai dari kehidupan, maka mudahkanlah kematianku sehingga aku bisa bertemu dengan-Mu.” (Ihya’ Ulumuddin, 4/477).
Maka seorang ahli taubat diampuni dari ketidaksukaannya terhadap kematian, sedangkan seorang arif diampuni dari kecintaannya terhadap kematian.
Menurut Imam al-Ghazali terdapat tingkatan lagi yang lebih tinggi lagi daripada itu, yaitu seorang yang menyerahkan semua urusannya kepada Allah. Ia tidak memilih untuk hidup atau mati.
Ia menjadikan apa yang dikehendaki Tuhannya sebagai sesuatu yang dicintainya. Rasa cintanya telah mengantarkannya kepada maqam berserah diri dan ridha. Itulah puncak dari seluruhnya.
Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Perbanyaklah kalian mengingat pemutus kenikmatan.” Sebab dengan mengingatnya kita mampu mempersempit kenikmatan hingga kemudian benar-benar terputus dari kebutuhan terhadapnya lalu menghadapkan diri hanya kepada Allah.
Cara Mengingat Kematian
Cara mengingat kematian adalah dengan mencoba mengosongkan hati dan pikiran dari selain mengingat kematian. Laksana seorang musafir yang hendak melakukan perjalanan melewati medan berbahaya, pastilah ia tidak akan berfikir kecuali tentangnya.
Ketika ia memulai perjalanan maka selalu terbesit kematian dalam benaknya. Maka orang yang demikian tidak mudah terpengaruh dengan dunia, sehingga tidak tersisa rasa senang dan gembira terhadap dunia kecuali sedikit.
Cara yang paling bermanfaat untuk mengingat kematian adalah dengan mengingat sahabat dan orang-orang di sekitar yang telah pergi mendahului. Mengingat-ingat bagaimana kematian mereka dan tempat tinggal mereka kini dalam gundukan tanah.
Mengingat-ingat bagaimana wajah dan bentuk mereka saat aktif dalam hiruk pikuk kehidupan dan bagaimana tanah telah menghapus keindahan bentuk dan wajahnya saat ini. Bagaimana tubuhnya telah tercerai-berai di dalam kubur.
Bagaimana istrinya menjadi janda, anaknya menjadi yatim, hartanya menjadi surut. Bagaimana masjid-masjid dan majelis-majelis sepi dari mereka, bekas dan jejak peninggalan mereka menjadi semakin menghilang.
Maka ketika seseorang mengingat keadaan orang lain yang sudah wafat dan mendetailkan keadaannya dalam pikiran seperti; bagaimana keadaan kematiannya, kefanaan bentuk tubuhnya, semangat dan obsesinya untuk terus hidup, kelengahannya dalam menghadapi kematian, ketergantungannya terhadap selain Allah, kepercayaan dirinya terhadap kekuatan dan masa mudanya, kecenderungannya terhadap tawa dan canda tanpa mewaspadai datangnya kematian yang tiba-tiba.
Bagaimana dahulu ia dapat berjalan kesana kemari namun sekarang kaki dan seluruh persendiannya telah hancur. Bagaimana dahulu ia fasih berbicara namun sekarang belatung telah menggerogoti lidahnya.