Mengaji Itu Mengkaji, Bukan Hanya Membaca

Kamis 31 Jul 2025 - 23:03 WIB

RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Di tengah umat Islam Indonesia, kata “mengaji” sangat akrab di telinga. Bahkan, hampir semua orang tua menyuruh anaknya, “Nak, pergilah mengaji.” Tetapi tahukah kita bahwa makna “mengaji” jauh lebih dalam daripada sekadar membaca huruf demi huruf Al-Qur’an?

Makna Bahasa: Mengaji dari Akar Kata “Kaji”

Secara etimologi, kata “mengaji” berasal dari kata dasar “kaji” yang berarti mengulas, menelaah, membahas, atau meneliti. Kata ini menunjukkan suatu proses berpikir mendalam terhadap suatu ilmu atau teks.

Jadi ketika kita mengatakan “mengaji Al-Qur’an,” sesungguhnya kita sedang berbicara bukan hanya tentang membaca secara lafazh, tetapi juga mengupas maknanya, menelaah isinya, serta memahami pesan-pesan Allah yang terkandung di dalamnya.

Mengaji berarti mengkaji Al-Qur’an.

Mengapa Perlu Dikaji?

Sebagian besar umat Islam Indonesia tidak memahami bahasa Arab, bahasa wahyu Al-Qur’an. Maka, sekadar membaca tanpa memahami makna akan membuat kita tidak mengerti apa yang sebenarnya Allah ingin sampaikan.

Padahal dalam banyak ayat, Allah menegaskan bahwa Al-Qur’an diturunkan untuk dipahami:

“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka mentadabburi ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (QS. Shad: 29)

Allah tidak hanya memerintahkan kita membaca, tetapi juga mentadabburi, yaitu mendalami, memikirkan, dan mengambil pelajaran.

Tradisi Mengaji di Indonesia: Dari Baghdadiyah hingga Tafsir

Sebelum metode Iqra populer, umat Islam di Nusantara sudah mengenal metode Baghdadiyah. Metode ini dikenal dalam pengajaran membaca Al-Qur’an di pesantren, surau, dan langgar. Prosesnya dimulai dari:

    Pengenalan huruf hijaiyah satu per satu, dari alif sampai ya.

    Belajar harakat, seperti fathah (a), kasrah (i), dan dhammah (u).

    Penyusunan suku kata, seperti ba-bi-bu, ta-ti-tu, dan seterusnya.

Kategori :