Contohnya, prediksi gempa yang dipercayai hanya karena komik, dan aktivitas sound horeg yang sudah jelas bermuatan maksiat malah perlu difatwakan haram — dan tetap ditentang. Ini adalah tanda matinya kepakaran, dan lebih dari itu, gejala hilangnya adab terhadap ilmu dan ahlinya.
Maka umat Islam harus kembali kepada ilmu yang bersanad. Sebab, umat ini memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki umat lain: sanad.
قَالَ عَبْدُ اللهِ بْنُ الْمُبَارَكِ: الإِسْنَادُ مِنَ الدِّينِ، وَلَوْلَا الإِسْنَادُ لَقَالَ مَنْ شَاءَ مَا شَاءَ
“Sanad adalah bagian dari agama. Seandainya tidak ada sanad, maka siapa pun bisa mengatakan apa saja.”
(Muqaddimah Shahih Muslim)
Imam Sufyan ats-Tsauri berkata:
الإِسْنَادُ سِلاَحُ الْمُؤْمِنِ، فَإِذَا لَمْ يَكُنْ مَعَهُ سِلاَحٌ، فَبِأَيِّ شَيْءٍ يُقَاتِلُ
“Sanad adalah senjata orang beriman. Jika tidak memilikinya, dengan apa ia akan berjuang?”
(Jāmi‘ al-Uṣūl, hlm. 109)
Sanad adalah penjamin otoritas ilmu dan pelindung dari fatwa bodoh. Maka, patuh kepada sanad dan ulama bersanad adalah cara agar akidah umat tetap kokoh dan tidak “horeg”. Wallāhu A‘lam bis-Sawāb. (net)