Dalil utamanya adalah firman Allah:
وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّىٰ تَغْتَسِلُوا
“Dan janganlah kamu (mendekati masjid) dalam keadaan junub, kecuali sekadar berlalu saja, hingga kamu mandi.” (QS. An-Nisā’: 43)
Imam Asy-Syafi’i menafsirkan ayat ini sebagai larangan bagi orang junub mendekati tempat shalat (yaitu masjid), kecuali hanya sekadar melewatinya. Ini menunjukkan adanya pembatasan yang jelas.
Mayoritas ulama juga sepakat bahwa melewati masjid tanpa duduk atau berdiam masih diperbolehkan, berdasarkan bagian ayat “إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ”. Namun, Abu Hanifah berpendapat lebih ketat dan tidak membolehkan lewat sekalipun.
Pendapat Kedua: Boleh Jika Sudah Berwudhu
Madzhab Hanbali memberi keringanan. Menurut mereka, orang junub boleh berdiam di masjid selama ia telah berwudhu.
Dalilnya adalah riwayat dari ‘Aṭā’ bin Yasār yang berkata:
رَأَيْتُ أَقْوَامًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللهِ ﷺ، يَجْلِسُونَ فِي الْمَسْجِدِ وَهُمْ جُنُبٌ، إِذَا تَوَضَّؤُوا كَوُضُوْءِ الصَّلَاةِ
“Aku melihat beberapa sahabat Rasulullah ﷺ duduk di masjid dalam keadaan junub, asalkan mereka telah berwudhu seperti wudhu untuk shalat.”
Perkataan yang sama juga diriwayatkan dari Zaid bin Aslam.
Pendapat Ketiga: Diperbolehkan Secara Mutlak
Madzhab Adz-Dhahiri memberikan pendapat yang paling longgar: boleh berdiam di masjid meskipun masih junub, tanpa syarat apa pun.
Mereka berdalil dengan hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ لَقِيَهُ فِي بَعْضِ طُرُقِ الْمَدِينَةِ وَهُوَ جُنُبٌ، فَانْخَنَسْتُ مِنْهُ، فَذَهَبْتُ فَاغْتَسَلْتُ، ثُمَّ جِئْتُ، فَقَالَ: أَيْنَ كُنْتَ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ؟ قَالَ: كُنْتُ جُنُبًا فَكَرِهْتُ أَنْ أُجَالِسَكَ وَأَنَا عَلَى غَيْرِ طَهَارَةٍ، فَقَالَ: سُبْحَانَ اللَّهِ! إِنَّ الْمُسْلِمَ لَا يَنْجُسُ
“Nabi ﷺ bertemu denganku di salah satu jalan Madinah, sementara aku dalam keadaan junub. Aku pun menghindar, lalu mandi. Setelah itu aku kembali. Beliau bertanya: ‘Ke mana kamu tadi wahai Abu Hurairah?’ Aku menjawab: ‘Aku junub dan tidak ingin duduk bersamamu dalam keadaan tidak suci.’ Maka beliau bersabda: ‘Subhanallah! Sesungguhnya seorang Muslim itu tidak najis.'”(HR. Al-Bukhārī no. 274).