Khutba Jumat: Tiga Janji Kita kepada Allah di Dalam Shalat

Oleh: Rian Monda Putra, Lc., M.H. (Penyuluh Agama Islam Kemenag Kab. Lebong)

Kaum muslimin sidang jamaah jum’at yang dirahmati Allah

Mengawali khutbah jumat di hari yang agung dan mulia ini, kami berwasiat kepada hadirin sekalian khususnya kepada diri khatib sendiri. Marilah kita meningkatkan ketaqwaan kita  kepada Allah SWT dengan sebenar-benarnya taqwa. Menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Dalam setiap shalat yang dikerjakan oleh seorang hamba, ia senantiasa memanjatkan doa, karena memang itulah arti dari kata shalat. Shalat secara bahasa berarti doa, kemudian senantiasa seorang hamba Allah itu dalam shalatnya dia mengucapkan pujian kepada Allah SWT diwaktu rukuk dan sujudnya. Bahkan begitu banyak permintaan doanya ketika dia bangun dari sujudnya.

Dalam rangkaian ibadah shalat yang kita kerjakan, ketahuilah bahwa dalam lima waktu sehari semalam shalat yang kita tunaikan, yang kita kerjakan, kita telah mengikrarkan janji kepada Allah yang telah menciptakan kita ini. Ada yang sadar bahwa kita telah mengucapkan tiga janji kepada Allah, dan ada juga yang tidak sadar atau mungkin lupa dengan janji tersebut. Manakah janji yang kita ucapkan itu?

Ketika kita shalat, kita awali dengan bertakbiratul ihram. Setelah itu kita baca iftitah, apa yang kita baca di dalam iftitah tersebut? “Inna shalati, wanusuki, wamahyaaya, wamamaati, lillaahi rabbil ‘alamin” ternayata kita telah berjanji kepada Allah, bahwa shalat kita, ibadah, hidup dan mati kita hanyalah untuk Allah, tidak untuk siapapun, itulah yg diperintahkan Allah kepada kita. Pada surat al-Bayyinah ayat kelima. “Wamaa umiru illaa liya’budullaaha mukhlishiina lahuddin”. Padahal kata Allah, mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas, semata-mata menjalankan ajaran agama, tidak ada yang lain.

Tetapi diantara kita ada orang-orang yang beribadah ternyata tidak karena Allah, ia shalat khusyu’ dihadapan manusia, namun hatinya lalai dari mengingat Allah. Ia beribadah agar dikenal sebagai orang yang ahli beribadah. Ada juga yang gemar bersedekah namun itu semua ternyata untuk kepopuleran agar ia dikenal sebagai orang yang dermawan. Atau juga ia berbuat baik namun sebenarnya perbuatan baiknya itu untuk menaikkan ratingnya di media sosial dan internet, dan sebagainya.

Hilang sudah amalnya di mata Allah, sia-sia ia berbuat, karena amalnya habis dimakan riya yang bagaikan kayu dimakan rayap. Janji pertama telah diingkari, yaitu orang yang tidak ikhlas beribadah kepada Allah SWT. Kelak di hari kiamat, akan ada yang didatangkan di antara manusia, mereka ditanya oleh Allah. Ditanya kepada salah seorang diantara mereka, untuk apa engkau beribadah? Lalu ia menjawab bahwa amalnya semata-mata karena Engkau ya Allah. Bukankah Allah lebih tahu apa yang kita sembunyikan dan apa yang kita tampakkan? Innallaha ya’lamul jahro wama yakhfa. Allah Yang Maha Tahu mengatakan “Kazabta!”. “Engkau bohong” kata Allah. “Engkau telah bersedekah agar dikenal orang dengan dermawan, itu semua telah engkau dapatkan di dunia”. Maka amal yang begitu banyak dia kerjakan, tidak mengantarkannya ke surga, namun membawanya ke neraka, sebab apa? Karena ia beramal bukan karena Allah.

Jamah jum’at yang dirahmati oleh Allah

Selanjutnya janji kedua yang kita ucapkan ketika kita shalat adalah di dalam surat al-Fatihah ayat yang kelima. Yaitu “iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin”, artinya “Hanya kepada Engkaulah Kami menyembah, dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan”.

Disinilah kita semata-mata minta pertolongan kepada Allah. Namun banyak fenomena di dalam masyarakat kita, ia menyembah kepada Allah, namun ia juga meminta pertolongan kepada selain Allah. Ia masih percaya kepada kekuatan batu cincin yang memberikannya keberuntungan, ia minta pertolongan kepada keris pusaka, dan lain sebagainya. Meminta pertolongan disini artinya hanya bergantung kepada Allah, jika hari ini kita meminta perlindungan kepada penguasa, maka ketika ia tak lagi menjabat, kita kehilangan tempat perlindungan. Atau kita minta pertolongan kepada orang kaya nan hartawan, maka tatkala habis kekayaannya, kita kehilangan tempat bergantung.

Maka tempat bergantung kita hanyalah kepada Allah, “Iyyaaka na’budu, wa iyyaaka nasta’iin”. Begitu juga halnya ketika kita membaca surat al-Ikhlas, “Qul huwallahu ahad, Allahu somad”. “Katakanlah, Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu”. Tempat bergantung kita sebenarnya hanyalah kepada Allah. Banyak persoalan kita hadapi, namun jangan sekali-kali kita menghambakan diri kepada selain Allah. Jangan pula tertanam dalam hati kita, bahwa hanya penguasa ini saja yang dapat menolong kita, jangan tertanam bahwa harta benda ini saja yang dapat membantu kita, tidak! Hanyalah Allah tempat bergantung kita.

Jamaah jum’at yang dirahmati Allah

Janji kita ketiga adalah pada saat tasyahud akhir, yaitu ketika kita mengucapkan “asyhadu  an laa ilaaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadar rasulullah”. Inilah sebenar janji yang senantiasa kita baca dalam shalat kita, bahkan dibacakan pula oleh khatib di dalam khutbahnya, “wala tamutunna illa waantum muslimuun”, “dan janganlah engkau mati kecuali dalam keadaan beragama Islam.

Disaat ekonomi susah, kehidupan payah, disitulah orang banyak lari bahkan lupa dari janjinya kepada Allah, sebagaimana hadits dari Muaz Bin Jabal yang diriwayatkan oleh Abu Daud, “man kaana akhiru kalamihi laa ilaha illallah dakhalal jannah”, siapa yang akhir perkataannya mengucapkan “Laa ilaha illallah” (di saat ajalnya datang), maka ia masuk surga.  Banyak orang yang bisa mengucapkan kalimat tersebut disaat ia masih hidup, namun susah diakhir hidupnya, apa sebabnya? karena ia tak menunaikan janji-janji yang sudah ia ucapkan dalam shalatnya. Kalau kita tak menepati janji, maka kita sudah berada ke dalam ciri orang munafik. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw bersabda bahwa ciri orang munafik, “wa iza wa’ada akhlafa”, jika ia berjanji ia tidak menepati janjinya.

Maka ingatlah tiga janji itu selalu kita ucapkan dalam shalat, yang pertama janji bahwa kita hanyalah beribadah untuk Allah, tidak untuk yang lain, kedua “iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’in”, hanya kepada Allah kita menyembah dan meminta pertolongan, tidak ada sesembahan yang lain. Janji yang ketiga kita memantapkan hati kita, bahwa kita bersaksi bahwa hanya Allah Tuhan kita, janji ini akan kita jaga sampai kepada akir hidup kita, sampai kepada anak cucu kita, semoga bermanfaat apa yang khatib sampaikan, terutama untuk diri khatib sendiri, yang benar datang dari Allah, yang salah datang dari diri khatib sendiri, kepada Allah khatib memohon ampun, kepada hadirin khatib memohon maaf. Barakallahu li walakum, wallahu a’lam bishawab. (*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan