Nadiem Makarim Sebut Kurikulum Merdeka Dibutuhkan Sekolah yang Tertinggal, Guru Diberi Kebebasan

Mendikbudristek Nadiem Makarim dalam silaturahmi bersama komunitas dan perwakilan siswa serta mahasiswa penerima program Kemendikbudristek, Kamis (2/5).-Foto: Humas Kemendikbudristek-

RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mengakui tidak cukup jika intervensi untuk sekolah-sekolah di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) dilakukan dengan cara-cara biasa.

Dia mengatakan salah satu yang diubah kebijakannya untuk mengafirmasi sekolah-sekolah ini adalah dengan memisahkan besaran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi siswa yang ada di daerah 3T.

“Dahulu, dana BOS dibagikan merata, tetapi, keseragaman itu bukan (berarti) adil. Jadi, kami mengubah kebijakan untuk sekolah-sekolah yang berada di daerah-daerah tersebut, di mana setiap anak ditambah besaran dananya," kata Menteri Nadiem dalam silaturahmi bersama komunitas dan perwakilan siswa serta mahasiswa penerima program Kemendikbudristek, Kamis (2/5).

Silaturahmi ini merupakan rangkaian peringatan Hari Pendidikan Nasional atau Hardiknas 2024.

Baca Juga: Beasiswa Pendidikan Indonesia 2024 Dibuka, Peluang Besar untuk Guru dan Dosen

Penambahan dana BOS, lanjutnya, bahkan bisa mencapai 30 sampai 40 persen. Di sisi lain, kebutuhan operasional setiap sekolah bervariasi, bahkan di daerah 3T sekalipun.

Ada sekolah yang memerlukan sarana,.seperti meja dan kursi, buku, dan fasilitas lainnya, sementara ada yang membutuhkan kapal untuk mengangkut guru-guru ke pulau terpencil agar dapat mengajar.

“Ini menjelaskan betapa kebutuhan sekolah berbeda-beda dan karena itulah kita membuat dana BOS itu jauh lebih fleksibel,” ucapnya.

Di daerah 3T ini pula, Nadiem Makarim menambahkan pihaknya membuat kebijakan dengan mengirimkan buku-buku bacaan menyenangkan, terutama di wilayah yang tingkat literasinya rendah.

Selain itu, kebijakan lain yang juga berpihak bagi sekolah-sekolah di daerah timur Indonesia adalah implementasi Kurikulum Merdeka. Menurutnya, banyak orang memiliki persepsi yang salah tentang Kurikulum Merdeka, menganggapnya hanya relevan bagi guru-guru di kota besar dengan teknologi dan akses internet.

“Justru yang lebih membutuhkan Kurikulum Merdeka adalah sekolah yang tertinggal. Karena guru diberikan kebebasan untuk maju-mundur menyesuaikan pembelajaran dengan tingkat kemampuan siswa,” jelasnya.

Mendikbudristek juga menjelaskan bahwa Kurikulum Merdeka memberikan kesempatan kepada siswa yang tidak menonjol dalam kemampuan akademik. Melalui Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), berbagai cara dipersiapkan untuk menunjukkan keunggulan peserta didik.

“Mungkin mereka tidak begitu mahir dalam berhitung, tetapi mereka memiliki kemampuan untuk memimpin rekan-rekannya dalam mengerjakan proyek di lapangan. Mereka menjadi percaya diri,” katanya.

Sementara itu, menanggapi pertanyaan seputar sistem zonasi yang terkadang menimbulkan persoalan di lapangan, Menteri Nadiem menjawab bahwa kebijakan itu justru mengedepankan azas keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dia menilai semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk dapat masuk ke sekolah negeri.

Menurutnya, selama dua dekade terakhir, kebijakan ujian nasional (UN) yang menjadi syarat masuk ke jenjang yang lebih tinggi, menciptakan ketidakadilan bagi keluarga dengan tingkat ekonomi rendah.

Nadiem menyatakan yang terjadi adalah keluarga dengan ekonomi tinggi bisa masuk sekolah negeri gratis, sedangkan keluarga dengan tingkat ekonomi rendah harus membayar mahal dengan masuk ke sekolah swasta.

Dia menegaskan hal ini tidak adil, karena keluarga dengan tingkat ekonomi tinggi cenderung memiliki akses lebih besar untuk bimbingan belajar dan memberikan dukungan tambahan kepada anak-anak mereka, sehingga dapat mempengaruhi hasil ujian nasional yang tinggi.

Menteri Nadiem menekankan meskipun program zonasi tidak sempurna, tetapi harus dipertahankan sebagai bentuk azas moralitas dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Nadiem juga mengakui bahwa program ini memiliki tantangan, seperti masalah integritas data dan penyelewengan.
"Pemerintah akan terus berupaya untuk memastikan program ini berjalan dengan baik dan mengedepankan kepentingan seluruh masyarakat," ujar dia. (jp)

Tag
Share