Bukber ala Rusia Tak Kenal Nasi, Buka Puasa Pun Bareng Jam Kuliah
Bukber ala Rusia Tak Kenal Nasi.-Foto: net-
"Misal, pertama salad dulu, lalu sup dimsum, lalu ada kentang sama kari sapi gitu tapi roti-rotian pasti ada di meja sama buah-buahan dan kurma," ceritanya.
Meski demikian, mahasiswa jurusan Hubungan International ini menekankan, berbuka di masjid Rusia berbeda rasanya dengan berbuka di masjid-masjid Indonesia. Ia merujuk pada ketiadaan menu nasi seperti menu berbuka di masjid-masjid Indonesia.
"Soalnya roti 'kan makanan pokok orang di sini. Kalau di Indonesia, kita nasi yang selalu ada. Udah sekotak misal nasi sama ayam," tutur Ria.
Untuk beras pun, Ria mengatakan penjualannya yang beredar di Rusia hanya diperjualbelikan dalam bentuk bungkusan kecil. Satu bungkus beras tersebut hanya seberat 900 gram.
"Cuma aku mulai beradaptasi di sini, kadang makan kentang dan roti," katanya.
Buka Puasa Bentrok Jam Kuliah
Ria mengakui, jam kuliahnya bentrok dengan jadwal buka puasa merupakan bagian dari tantangan mahasiswa rantau. Meski durasi berpuasa di Rusia tidak jauh berbeda dengan di Indonesia, sahur mulai jam 3-4 pagi dan berbuka pada pukul 6 hingga setengah 7 sore, bulan Ramadan bukan menjadi perhatian utama dalam jadwal akademik.
"Terkadang kuliah diadakan saat pada jam buka puasa sampai malam, sehingga terkadang saya harus membekali roti untuk buka puasa dan membatalkan puasa saya," katanya.
Ria kerap izin keluar kelas untuk sekadar berbuka sekaligus menunaikan ibadah salat Magrib di tempat salat sekitar kampus. Lantaran tidak ada masjid di kampusnya, ia akan memilih tempat salat di bawah tangga, ruang kosong, atau pun sudut-sudut ruangan.
"Soalnya 'kan kelasnya sekitar jam 17.20-an pas waktu buka dan selesai sekitar jam 9-an. Jadi dibanding pingsan, ngeganjalnya biasanya bawa roti atau pisang. Izin keluar bentar," ujar Ria.
Selebihnya, Ria menyebut, penduduk muslim di Kota Kazan sangat ramah. Ia merasa dianggap seperti keluarga sendiri, terutama saat berada di masjid. Ia mengaku bersyukur berada di Kazan karena tetap menemukan kehangatan dengan keluarga muslim lainnya meski jauh dari keluarga. (*)