Ibadah Shalat Menjaga Kualitas Spiritual Menciptakan Persaudaraan dan Kesatuan Umat

Drs. H. Dalmuji Suratno-(ist/rl)-

Meski mencapai derajat khusuk itu merupakan hal yang sulit, tidak berarti bahwa dalam menjalankan shalat orang terus hanya mengejar batas sahnya shalat orang terus hanya mengejar batas sahnya shalat dalam pandangan fiqih. 

Kita diwajibkan berupaya (bermujahadah) untukdapat mencapai derajat tersebut karena disitulah tersembunyi pesan-pesan shalat.

Shalat yang khusuk adalah shalat yang mampu menghadirkan kesadaran adanya komunikasi yang sungguh-sungguh antara hamba dan AllahSWT. Disini ditemukan hakekat shalat sebagai medium atau sarana untuk selalu ingat kepada Allah SWT. 

Dan inilah yang disebut dengan dimensi fungsional shalat sebagaimana dalam Al-Qur’an disebutkan : “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah SWT, tidak ada Tuhan (yang berhak) disembah selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku (Allah)”. QS:Thaha (20) 14.

Shalat tidak hanya dibatasi oleh wujud tingkah laku lahiriah, yang berupa gerakan dalam shalat semata, tetapi shalat harus memberikan efek kepada keadaan rohani sebagai konsekuensi setelah melakukan komunikasi dan dialog dengan Tuhan, sebagai perwujudan dimensi vertikal sebagaimana dalam sebuah hadits Rasulullah saw: “Sesungguhnya Allah tidak melihat jasad kalian, tetapi Allah akan melihat hati-hati kalian”.

Dalam amalan ibadah shalat ditemukan adanya tahap-tahap yang antara lain adanya tahap-tahap yang antara lain adalah tahap lahiriah yang diwujudkan dalam bentuk gerakan, seperti menggerakkan anggota badan dan membaca bacaan shalat.

Kemudian dilanjutkan dengan tahap komunikasi antar hamba dengan Allah SWT, yang berwujud memahami bacaan shalat yang dibaca. Setelah itu dilanjutkan dengan tahap spritual yang efek ataupengaruhnya tidak dapat dilihat dengan kasat mata namun dapat dirasakan dalam batin atau jiwa, seperti munculnya hati yang mantap tidak mudah diombang-ambingkan oleh dorongan yang dapat menjerumuskan kejatuhan moral dan spritual.

Dari masalah antara batin dan lahiriah, vertikal dan horizontal kemudian muncul ajakan Al-Qur’an agar orang masuk Islam secara total (kaffah), seperti dikatakan : “.......masuklah ke dalam Islam secara sempurna.....”. QS:Al-Baqarah (2) 208.

Orang tidak mengambil Islam sebahgian-sebahgian, tidak totalitas karena ajaran Islam tidak hanya terbatas pada masalah-masalah bathin, cara pikir, tapi Islam memiliki Dimensial kemanusiaan total.  Totalitas Islam dalam pengertian kaffah juga dapat bernilai kesatuan (persaudaraan) berlandaskan iman. 

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an yang artinya : “Sesungguhnya orang beriman adalah bersaudara. Karena itu, damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat”. QS:Al-Hujarat (49) 10. 

Dan di ayat lain juga diingatkan : ”Hai orang-orang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok  kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok)......”. QS:Al-Hujarat (49) 11.   

Dari pemahaman ayat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dalam ajaran Islam orang beriman dianjurkan harus totalitas tidak boleh setengah-setengah dalam berislam. 

Pada bulan puasa Ramadhan yang mengajarkan kita memperbanyak perenungan melakukan refleksi, ihtisaf, dan memperbanyak shalat. 

Terutama shalat al lail yang populer disebut tarawih. Amal ibadah, terkhusus shalat dalam bulan Ramadhan ini Allah SWT janjikan pahala yang berlipat, tentu bagi orang yang benar-benar dapat menjalankan ibadah puasa dengan sempurna. 

Islam kaffah walaupun secara substansial ditujukan pada pribadi, tapi pada akhirnya harus berdampak pada nilai moral dan komitmen untuk menjaga persaudaraan dan kesatuan dengan cara tidak boleh saling cela, mengolok-olok serta kuajiban untuk mendamaikan persoalan saudaranya yang bertengkar/berselisih pendapat. Wallahua’lam bissawab. (*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan