Tiga Nasehat Rasulullah yang Mengharukan
Betapa ibadah tidak boleh dikerjakan asal-asalan, ibadah tidak boleh dilakukan sebatas mengugurkan kewajiban.
Maka ibadah setiap kali ada kesempatan, hendaklah ibadah itu hendaknya dimaksimalkan. Ketika seorang hamba hendak melakukan ibadah, lalu ia anggap ibadah itu boleh jadi ibadah terakhirnya, maka ia tentu akan memkasimalkan ibadah tersebut. Pesan ini juga berlaku untuk kita jemaah mulia yang dirahmati Allah
Bahwa setiap ibadah yang kita kerjakan, peluang-peluang yang mendekatkan diri kita kepada Allah, menjadi prioritas kita untuk menyempurnakannya.
Baik syarat, rukun, maupun sunnahnya. Sehingga ibadah itu menjadi ibadah yang berkualitas dihadapan Allah swt. Tidak hanya terbatas pada ibadah shalat, namun
juga terhadap ibadah-ibadah lainnya. Seolah-olah itulah ibadah terakhir yang diberikan peluangnya oleh Allah SWT untuk kita. sehingga kita berupaya untuk memaksimalkan ibadah tersebut.
Yang kedua jamaah yang dirahmati Allah SWT.
Rasulullah memberikan nasehat yang kedua kepada laki-laki tadi dengan nasehat yang ringkas.
Janganlah kamu berkata-kata dengan pembicaraan yang menyebabkan kamu meminta maaf nanti pada hari yang akan datang.
Dalam hadits ini rasulullah saw menyampaikan nasehat untuk kita bahwa pentingnya menjaga lisan, betapa berharganya sebuah ucapan, betapa pentingnya menjaga perkataan.
Pepatah arab mengatakan al-lisan shaghirul jurmi wa katsirun jirmi, lidah itu kecil bentuknya tapi besar dampaknya.
Secara anatomi kita bisa melihat jama’ah yang dimuliakan Allah SWT, di dalam struktur tubuh kita lisan ditempatkan oleh Allah di anggota tubuh bagian dalam, dia dikawal oleh mulut bahkan dipagar oleh gigi sehingga demikian luar biasanya penjagaan terhadap lisan itu, karena kita sadar betul begitu ucapan keluar maka dia laksana anak panah yang dilepaskan dari busurnya dan melesat dengan kencangnya dan dia akan sulit untuk ditarik kembali ke busurnya.
Rasulullah bersabda;
“Sungguh ada seorang lelaki yang berbicara dengan satu kata yang ia tidak menganggapnya berarti, namun karena sebab itu, ia jatuh ke dalam neraka selama tujuh puluh tahun “(HR Turmudzi).
Maka di dalam islam menjaga lisan menjadi sesuatu indikator nilai-nilai keimanan seseorang kepada Allah SWT.
Siapa yang mengaku beriman kepada Allah dan hari akhir maka salah satu tanda-tandanya adalah dia akan berkata yang benar, kalau dia tidak mampu mengucapkan perkataan yang benar maka dia lebih baik diam (HR. Al-Bukhâri, no. 6018 dan Muslim, no. 47 dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu)