Pengacara Sebut Ada Tujuh Alasan Penetapan Tersangka Nadiem Makarim Tidak Sah

Pengacara Sebut Ada Tujuh Alasan Penetapan Tersangka Nadiem Makarim Tidak Sah-foto :antara.com-

 JAKARTA.RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Kuasa Hukum Nadiem, Dodi S. Abdulkadir menyatakan terdapat tujuh alasan yang membuat penetapan tersangka dugaan korupsi Chromebook terhadap eks Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim tidak sah dan tidak mengikat secara hukum. 

Pertama, penetapan tersangka tidak disertai hasil audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara yang bersifat nyata (actual loss) oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). 

“Padahal, audit ini menjadi syarat mutlak menentukan adanya kerugian keuangan negara yang menjadi salah satu syarat dari pemenuhan dua alat bukti yang dipersyaratkan dalam Pasal 184 KUHAP jo. Putusan MKRI 21/PUU-XII/2014,” kata Dodi di Jakarta, Selasa (29/9) dari jpnn.com

Kedua, BPKP dan Inspektorat telah melakukan audit Program Bantuan Peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) 2020 - 2022 dimana tidak ada indikasi kerugian keuangan negara akibat perbuatan melawan hukum oleh Nadiem. 

BACA JUGA:Tersangka Nadiem Makarim Ajukan Praperadilan, Kejagung Merespons Begini

Menurutnya, hasil ini diperkuat dengan Laporan Keuangan Kemendikbud Ristek 2019 - 2022 yang memberikan status/opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). 

Ketiga, lanjut Dodi, penetapan tersangka Nadiem cacat hukum karena dilakukan tanpa minimal dua bukti permulaan yang disertai pemeriksaan calon tersangka sebagaimana disyaratkan Pasal 184 KUHAP jo. Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014. 

“Surat Penetapan Tersangka terhadap Nadiem dikeluarkan pada tanggal yang bersamaan dengan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yaitu tanggal 4 September 2025,” jelas Dodi. 

Keempat, Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) tidak pernah diterbitkan dan atau Nadiem hingga saat ini tidak pernah menerimanya.

Dia menjelaskan hal ini melanggar Pasal 109 KUHAP jo. Putusan MK No. 130/PUU-XIII/2015, menghilangkan fungsi pengawasan penuntut umum, dan membuka peluang penyidikan sewenang-wenang. 

Kelima, Program Digitalisasi Pendidikan 2019 - 2022 yang dijadikan dasar penetapan tersangka Nadiem bukan nomenklatur resmi dan tidak pernah ada dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 - 2024 maupun kebijakan resmi Kemendikbud Ristek. 

Oleh karenanya, perbuatan yang dituduhkan kepada Nadiem abstrak, tidak cermat, dan melanggar haknya untuk mengetahui secara jelas perbuatan yang disangkakan. 

Keenam, pencantuman status Nadiem dalam surat penetapan tersangka sebagai karyawan swasta tidak tepat dan tidak jelas.

"Nadiem pada tahun 2019 - 2024 menjabat selaku Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi sesuai KTP sebagai Anggota Kabinet Kementerian," tegasnya. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan