Mantan Hakim MK soal Kasus Nadiem: Korupsi tak Harus Menguntungkan Diri Sendiri

Mantan Hakim MK soal Kasus Nadiem: Korupsi tak Harus Menguntungkan Diri Sendiri-foto :jpnn.com-

JAKARTA.RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Maruarar Siahaan, berpendapat, dalam kasus dugaan korupsi Nadiem Makarim, tidak bisa dilihat hanya semata-mata dia tidak mendapatkan aliran dana proyek laptop chromebook.

Unsur pidana juga harus dilihat dari kelalaian maupun adanya pihak lain yang diuntungkan dari proyek tersebut.

Maruarar mengatakan merujuk pada ketentuan UU Tindak Pidana Korupsi pasal 2, korupsi itu tidak hanya memperkaya diri sendiri, tetapi juga memperkaya orang lain.  Jika Nadiem yang saat itu menjabat sebagai menteri di Kemendikbudristek mengeluarkan sebuah kebijakan yang menguntungkan orang lain, maka sebagai pimpinan ia harus bertanggung jawab.

“Kalau kebijakan atau proyek tersebut menyalahi aturan maka sebagai atasan harus bertanggung jawab,” ungkap dia. Untuk itulah, lanjut Maruarar, walaupun pengacaranya, Hotman Paris bahwa, menyebut Nadiem tidak menerima aliran dana, bukan berarti menghapus unsur-unsur pidana lainnya.

BACA JUGA:Nepal Dilanda Konflik, Taufiq Minta Evakuasi WNI Saat Keadaan Makin Kacau

“Walaupun itu (tidak menerima aliran dana, Red) menjadi sesuatu yang dipertimbangkan hakim, ya itu lain soal sebagai hal yang meringankan,” papar Maruarar. Hal ini disanpaikan Maruarar menanggapi Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menetapkan Nadiem sebagai tersangka proyek laptop chromebook.

Kasus yang terjadi saat Nadiem menjabat menteri di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Ristek (Kemenbudristek) ini, diduga merugikan negara hampir Rp 1,9 triliun.

Pengacara Nadiem Makarim, Hotman Paris, mengungkapkan bahwa tidak ada satu sen pun baik dari segi bukti rekening bank maupun dari segi saksi yang menyatakan ada penerimaan uang terkait pengadaan laptop chromebook. Termasuk tidak ada bukti ada unsur Nadiem memperkaya diri.

Menurut Maruarar, dalam perkara tindak pidana korupsi tidak perlu ada mens rea (niat jahat), tetapi dilihat pada perbuatannya. Maruarar mencontohkannya dengan seseorang yang tidak sengaja menabrak seseorang hingga meninggal. Pelaku tetap harus dihukum walaupun tidak sengaja menabraknya. “Ia tidak punya niat jahat, tetapi lalai. Kalaupun tidak ada kesengajaan ya tetap harus dihukum,” jelas dia. Dalam kasus Nadiem, kata Maruarar, tidak bisa hanya dilihat dari aspek tidak ada niat jahat. Maruarar juga menyampaikan perlunya Kejagung untuk mendalami adanya investasi Google di Gojek yang didirikan Nadiem.

Menurutnya, harus dilihat apakah ada konflik kepentingan Nadiem ketika menyetujui proyek laptop chromebook ini dengan investasi tersebut.

“Sebagai pejabat pembuat komitmen yang menjadi tanggung jawabnya, tetapi kalau dia (Nadiem) melakukan kebijakan-kebijakan karena didasarkan karena mendapatkan sesuatu dari pihak sana, dengan tujuan untuk mengimbangi (timbal balik),” papar Maruarar.

Menurutnya, harus didalami, walaupun Nadiem tidak mendapatkan keuntungan dari proyek laptop chromebook, tapi diuntungkan dari investasi google di Gojek. “Harus didalami apakah ada komitmen dari perusahaan itu (investasi Google ke Gojek) dengan proyek itu (laptop chromebook),” ungkapnya. 

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan