BPD Desak Polisi Dalami Dugaan Kejanggalan Pembangunan Fisik DD Pelabai 2024

Beginilah kondisi pembangunan SPAL yang dibiayai DD TA 2024 dikerjakan tahun 2025 di desa Pelabai. -foto :adrian roseple/radarlebong-
LEBONG.RADARLEBONG.BACAKORAN.CO- Dugaan penyimpangan dalam pelaksanaan pembangunan fisik di Desa Pelabai, Kecamatan Tubei, Kabupaten Lebong kembali mencuat.
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Pelabai secara tegas mendesak penyidik Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Satreskrim Polres Lebong untuk segera turun tangan dan melakukan pemeriksaan langsung ke lapangan terhadap proyek pembangunan yang bersumber dari Dana Desa tahun anggaran 2024.
"Kami BPD, telah melakukan pengawasan secara langsung terhadap pelaksanaan pembangunan fisik desa, dan menemukan sejumlah kejanggalan yang patut didalami lebih lanjut oleh aparat penegak hukum," ungkap Ketua BPD Desa Pelabai, Sikon.
Menurut Sikon, setidaknya terdapat tiga item kegiatan pembangunan fisik yang dinilai bermasalah.
BACA JUGA:3 Proyek DD Pelabai Tahun 2024, Polisi Sebatas Cek Fisik Bangunan
Ketiganya meliputi pembangunan Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL), Sistem Penyediaan Air Minum Simas (PAM Simas), dan pembangunan bronjong atau saluran pembatas.
"Pekerjaan-pekerjaan tersebut tidak hanya dikerjakan dengan volume yang tidak sesuai, namun juga dinilai asal-asalan dan tidak mengindahkan standar teknis konstruksi," jelasnya.
Yang lebih mengherankan, menurut BPD, pekerjaan fisik tersebut justru baru dilaksanakan pada tahun anggaran 2025, padahal sumber pendanaannya berasal dari Dana Desa Tahun Anggaran 2024.
Hal ini menimbulkan pertanyaan besar terkait pengelolaan waktu pelaksanaan serta pelaporan penggunaan dana desa yang semestinya selesai di tahun yang sama dengan anggaran berjalan.
"Kami (BPD) sudah menjalankan fungsi sebagai pengawas. Berdasarkan hasil pengawasan kami, fisik yang dikerjakan tersebut diduga mengalami banyak kekurangan volume. Bahkan, pekerjaan itu dikerjakan secara asal-asalan, seolah-olah hanya sekadar formalitas," tegas Sikon.
Contoh paling nyata adalah pembangunan SPAL yang semestinya memiliki panjang sesuai dengan rencana anggaran biaya (RAB), namun di lapangan justru ditemukan kekurangan panjang sekitar 5 hingga 6 meter.
Pekerjaan finishing juga tidak dilakukan sesuai standar, di mana pelapisan akhir (pelasteran) yang seharusnya dilakukan, justru diabaikan begitu saja.
Tak hanya SPAL, proyek PAM Simas juga ditemukan banyak kejanggalan. Volume instalasi pipa dinilai terlalu kecil, tidak dilengkapi dengan bak filter dan saluran pengantar air.
Padahal, fungsi utama PAM Simas adalah memberikan akses air bersih kepada warga desa, sehingga seharusnya memenuhi kriteria kelayakan dari sisi teknis dan manfaat.