Pengamat Politik: Wajar Media Asing Soroti Perkembangan Demokrasi di Indonesia

Pengamat Politik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Airlangga Pribadi Kusman.-Foto: net-

 radarlebong.bacakoran.co - JAKARTA - Pengamat Politik UNAIR Universitas Airlangga (Unair) Airlangga Pribadi Kusman menilai wajar apabila demokrasi elektoral di Indonesia mendapat sorotan media asing. 

Menurut dia, landscape sistem politik di sejumlah negara berkembang yang sebelumnya mengalami transisi politik dari otoritarianisme ke demokrasi tidak hanya menjadi studi para ilmuwan politik, tetapi juga mendapat atensi sejumlah media asing. 

Hal itu disampaikan Airlangga Pribadi saat diskusi daring yang digelar oleh Forum Intelektual Muda pada Jumat (19/1/2024) malam. 

Diskusi itu mengusung tema "Menyikapi Media Asing yang Soroti Dinasti Politik di Pilpres 2024: Jokowi di Ujung Tanduk?" Dia menjelaskan proses demokrasi yang terjadi di Indonesia dan beberapa negara sahabat memang tidak pernah lepas dari sorotan media asing. 

Perkembangan politik di Indonesia juga menjadi kajian politik internasional. Secara umum, Airlangga menyebut bahwa demokrasi Indonesia mendapatkan apresiasi dari belahan dunia terjadi tahun 1990 hingga 2000-an. 

Baca Juga: Piala Afrika 2023: Mo Salah Absen 2 Laga

Saat itu, Indonesia dinilai berhasil keluar dari masa transisi hingga ke masa konsolidasi demokrasi. Sebaliknya, akhir-akhir ini, sorotan media asing terhadap Indonesia antara lain menyebut demokrasi melemah, bahkan mengalami penurunan.

Lebih lanjut, dia menjelaskan situasi itu disebabkan karena munculnya politik dinasti. 

Dia menegaskan bahwa politik dinasti berbeda dengan politik family. Dalam demokrasi, family politik diperbolehkan seperti mantan presiden punya anak yang berkarir di politik. 

Sementara dinasti politik, seseorang yang berkuasa melawan konstitusi demi memuluskan kepentingan politik keluarga. 

Menurut dia, politik dinasti adalah ketika pemimpin di suatu negara mendistribusikan kekuasan dan kemakmuran berpijak pada kedekatan kekeluargaan seperti yang berlangsung pada model monarkhi atau kerajaan dinasti. 

Hal ini mengkhawatirkan muncul di Indonesia yang awalnya berjalan melalui proses kandidasi Gibran di MK yang menunjukkan berlangsungnya nepotisme dan pelanggaran etik berat. 

“Itulah yang menyebabkan Indonesia mengalami erosi demokrasi. Tentunya ini menjadi meresahkan buat kita,” ujarnya. 

Pada kesempatan yang sama, Direktur Lingkar Madani (LIMA) Ray Rangkuti mengingatkan kepada generasi muda dan aktivis prodemokrasi terhadap ancaman nepotisme politik yang terlihat nyata dalam kontestasi Pilpres 2024.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan