Sikap Tegas AGSI soal Rencana Pemerintah Menulis Ulang Sejarah Nasional Indonesia

Presiden AGSI Dr. Sumardiansyah Perdana Kusuma. -Foto: tangkapan layar-
JAKARTA.RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Rencana pemerintah melalui Kementerian Kebudayaan untuk menulis ulang Sejarah Nasional Indonesia (SNI) direspons Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI).
AGSI merupakan organisasi profesi yang menaungi guru-guru sejarah SMA, SMK, MA, MAK dengan keanggotaan tersebar di 38 provinsi meyakini sejarah sebagai satu instrumen penting yang menopang eksistensi negara dan mendorong pembangunan nasional sesuai jati diri bangsa.
"Sejarah bukan benda statis, ia dinamis dan bisa berubah seiring ditemukannya sumber, data, fakta, dan penafsiran-penafsiran baru," kata Presiden AGSI Dr. Sumardiansyah Perdana Kusuma, melalui layanan pesan kepada JPNN, Rabu (28/5).
Atas rencana pemerintah menulis ulang Sejarah Nasional Indonesia, AGSI menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Mendukung upaya pemerintah untuk menuliskan SNI dengan tetap memperhatikan saran atau kritik dari publik, dan memberi ruang bagi munculnya beragam tafsir dan narasi secara alternatif;
2. Penulisan SNI perlu direkonstruksi untuk memperkuat memori kolektif, meneguhkan nasionalisme, dan menghadirkan rasa bangga sebagai bangsa. Perspektif indonesiasentris dalam penulisan sejarah bisa diusung, dengan tanpa mengabaikan nilai-nilai kejujuran, kebenaran, dan kaidah keilmuan;
3. Penulisan sejarah harus memberikan perhatian kepada mereka yang selama ini perannya dalam sejarah seolah terpinggirkan, seperti orang-orang peranakan (Tionghoa, Arab, India, Eropa), penduduk Papua, kaum perempuan, rohaniawan (ulama, santri, pendeta), petani nelayan, buruh, jurnalis, guru, dan masyarakat adat.
4. Pemerintah harus bijaksana serta berhati-hati dalam memberi tafsir dan menuliskan sejarah yang berkaitan dengan isu-isu kontroversial atau peristiwa-peristiwa sensitif di masa lalu, terutama terkait kasus pelanggaran HAM berat;
5. Mendesak pemerintah melalui Kementerian Kebudayaan, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Sains. Teknologi, dan Pendidikan Tinggi untuk memperkuat posisi sejarah dengan memasukan frase Sejarah Indonesia dalam RUU Sistem Pendidikan Nasional sebagai muatan mata pelajaran wajib pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, serta muatan mata kuliah wajib pada jenjang pendidikan tinggi.
"Kami berharap pemerintah bisa merangkul berbagai elemen organisasi profesi atau komunitas kesejarahan seperti Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI), Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI), Perkumpulan Prodi Pendidikan Sejarah Se-Indonesia (P3SI). Perkumpulan Prodi Sejarah Indonesia (PPSI). Asosiasi Dosen Sejarah Peradaban Islam Se-Indonesia sejarah, Komunitas Historia Indonesia (KHI) untuk ikut terlibat dalam proyek penulisan SNI," tutur Sumardiansyah.
AGSI juga berharap hasil dari penulisan SNI dapat menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum pendidikan sejarah serta referensi terpercaya bagi masyarakat, khususnya kalangan guru, dosen, mahasiswa, dan peserta didik yang ingin mempelajari sejarah bangsanya. (jp)