Jejak Literasi Majalah Anak Islam di Indonesia

Jejak Literasi Majalah Anak Islam.-foto: net-

Selain majalah Sahabat, Aladin, dan Aku Anak Saleh, upaya menyediakan bacaan Islam bagi anak-anak juga dilakukan melalui majalah Al-Fithrah, yang didirikan oleh Abdullah Musa (Pengasas majalah Al-Muslimun 1954).

Majalah ini hadir dengan nama yang berarti “suci”, mencerminkan semangat untuk menyediakan literasi Islam bagi generasi muda.

Sayangnya, Al-Fithrah hanya mampu bertahan hingga 8 edisi sebelum akhirnya berhenti terbit. Meski singkat, majalah ini merupakan bagian dari sejarah media Islam yang berusaha mengisi ruang literasi bagi anak-anak Muslim.

Sebagai catatan tambahan, Drs. Bambang Suraryono pernah menulis, “Untuk kalangan anak-anak dan pelajar nampaknya kita baru memiliki Sahabat, Kuntum dan Taman Melati. Meskipun belum sampai sepopuler Bobo, setidak tidaknya ketiganya (atau mungkin ada yang lain?) mempunyai penggemar tersendiri dengan oplag yang pas-pasan.” (Menengok Mass Media Islam, Drs. Bambang Sunaryono, Suara Muhammadiyah, No. 3/64/1984).

Lebih dari itu, di majalah Islam lain, meski tidak secara khusus segmentasinya anak-anak, tapi tetap menyediakan rubrik untuk anak-anak.

Sebagai contoh, majalah Panji Masyarakat yang menyediakan rubrik Taman Anak-Anak. Sedangkan dalam majalah Kiblat ada rubrik Tunas Kiblat. Dan masih banyak lagi yang lainnya.

Ini menunjukkan kepedulian insan pers Islam terhadap literasi anak; meski kalau secara khusus dalam bentuk majalah masih sedikit.

Sejarah majalah anak Islam di Indonesia menunjukkan perjalanan panjang dalam upaya meningkatkan literasi generasi muda Muslim. Dari Taman Nasjiah yang terbit pertama kali pada Mei 1939 sebagai bagian dari Suara ‘Aisyiyah, hingga majalah Sahabat (1979), Aladin (1980), dan Aku Anak Saleh (1989, SIUPP 1991) yang semakin memperkuat segmentasi bacaan anak Muslim; demikian juga Aku Anak Saleh berkembang pesat di 1997.

Majalah lain seperti Al-Fithrah, meski hanya bertahan sebentar, menunjukkan adanya upaya untuk menyediakan literasi Islam bagi anak-anak. Data-data sejarah ini mencerminkan tantangan dan keberlanjutan dalam membangun budaya literasi anak Muslim di Indonesia yang saat ini sudah tergeser oleh fenomena media sosial (Medsos). (net)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan