Jejak Literasi Majalah Anak Islam di Indonesia

Jejak Literasi Majalah Anak Islam.-foto: net-
Dalam buku “Rahasia Dapur Majalah di Indonesia” (1995: 131-132) karya Kurniawan Junaedhi, pasca kemerdekaan terdapat beberapa majalah yang secara khusus ditujukan untuk anak-anak Muslim.
Salah satunya adalah Sahabat, yang pertama kali terbit pada September 1979 sebagai majalah anak Islam berbentuk bulanan.
Distribusinya sebagian besar dilakukan di madrasah ibtidaiyah, dengan tiras yang terus meningkat setiap bulan. Badruzzaman Busyairi, sebagai Pemimpin Redaksi, mengungkapkan keheranannya karena jumlah cetakan majalah ini selalu naik dari waktu ke waktu.
Kemudian muncul majalah Aladin, yang terbit pada Januari 1980 dengan mendapatkan rekomendasi dari Departemen Agama. Majalah ini menghadapi tantangan dalam hal permodalan, sehingga tidak dapat mencetak dalam jumlah besar.
Menurut Sumardi Harsyah, salah satu pengelola, pada masa itu tiras Aladin mencapai 10 ribu eksemplar, meski dengan berbagai keterbatasan produksi.
Majalah anak Islam lain yang cukup populer adalah Aku Anak Saleh, yang diterbitkan oleh PT Anak Saleh Pratama. Awalnya, majalah ini beredar terbatas sejak 1989 dengan rekomendasi dari Departemen Agama, kemudian mendapatkan SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers) pada Oktober 1991.
Majalah ini dikelola oleh berbagai tokoh, di antaranya Zainul Bahar Noor sebagai Pemimpin Redaksi, Iman Loebis sebagai Pemimpin Perusahaan, serta Sabaruddin dan Ni Luh Chandrawati sebagai Redaktur Pelaksana.
Ni Luh Dewi Chandrawati, pendiri Aku Anak Saleh, awalnya tidak berniat menerbitkan majalah, tetapi ingin menyediakan bacaan Islam yang edukatif bagi anak-anak Muslim.
Ia berpendapat bahwa buku anak-anak harus berformat besar, memiliki cerita yang pendek, dan diterbitkan secara berkala. Setelah memperoleh rekomendasi dari Departemen Agama, ia akhirnya memulai produksi majalah ini dengan berbagai tantangan, termasuk mencari ilustrator dan percetakan yang sesuai.
Edisi perdana Aku Anak Saleh akhirnya beredar pada Februari 1989, dengan tiras awal sebanyak 5 ribu eksemplar.
Majalah Aku Anak Saleh mendapatkan sambutan positif dari agen dan pembaca, sehingga tirasnya terus meningkat. Namun, kendala finansial membuat majalah ini sempat mengalami keterlambatan produksi.
Demi kelangsungan penerbitan, Andi Lubis, Zainul Bahar Noor, dan Hotman Zaenul Arifin menyuntikkan dana sebesar Rp 500 juta untuk menopang operasional. Meski prospeknya cukup baik, majalah ini menghadapi tantangan seperti perubahan logo yang sering terjadi dan pengelola yang kadang tidak mencantumkan tanggal terbit dengan konsisten.
Menurut Rhenald Kasali dalam buku “Membidik pasar Indonesia: Segmentasi, Targeting, dan Positioning” (1998: 444-445), majalah ini berkembang pesat pada 1997, dengan tiras mencapai 140.000 eksemplar (seri TK 60.000 eksemplar dan seri anak-anak 80.000 eksemplar), menjangkau hingga 840.000 pembaca.
Aku Anak Saleh juga menargetkan anak-anak Muslim kelas menengah yang tumbuh di berbagai daerah Indonesia, serta merangkul pakar pendidikan seperti Prof. Dr. Zakiah Daradjat, Prof. Dr. Yaumil Agus Akhir, dan Dr. Ir. Imanuddin Abdulrahim sebagai kontributor.
Selain itu, survei SRI (1996) mengungkap bahwa 70% orang tua pembeli majalah berusia 15-35 tahun, menandakan bahwa konsumennya berasal dari keluarga muda dengan penghasilan ganda. Data ini menunjukkan bahwa majalah anak Islam tidak hanya berfungsi sebagai media edukasi, tetapi juga memengaruhi pola konsumsi keluarga, termasuk dalam pembelian produk-produk anak dan keluarga, seperti buku, perlengkapan sekolah, dan makanan.