Khutbah Jumat: Jangan Marah, Tenang, Sabar! Ini Ujian
--
Yang benar adalah kemarahan merupakan kelemahan dan kesabaran merupakan kekuatan. Cepat marah tanda lemahnya seseorang, meski ia memiliki tubuh yang kuat dan badan yang tegap nan sehat.
Cukuplah sebagai bukti bahwa kemarahan adalah kelemahan, sabda Rasulullah ﷺ
لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرُعة، وَلَكِنَّ الشَّدِيدَ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ
“Orang yang kuat itu bukanlah karena jago gulat, tetapi orang kuat ialah orang yang dapat menahan dirinya di kala sedang marah.” (HR. Bukhari-Muslim).
Karenanya, kita harus tahu cara mencegah diri untuk tidak marah. Pertama, melatih jiwa dengan akhlak yang terpuji. Kita hiasi diri kita untuk memiliki sikap sabar, lemah lembut, tidak tergesa-gesa dalam segala hal, dan sebagainya.
Kedua, mengingat-ingat dampak negatif marah. Ada dampak buruk bagi dirinya dan ada dampak buruk bagi masyarakat.
Fisik orang yang marah tampak dari warna kulitnya yang berubah, tekanan darahnya naik, badannya gemetar, gerakannya kacau, suaranya meninggi, dan boleh jadi mengeluarkan kata-kata yang diharamkan untuk diucapkan.
Belum lagi dampak pada akhlak dan ruhiyahnya yang menjelma menjadi akhlak yang tercela, tabiat yang buruk, dan senjata yang membahayakan.
Adapun dampak bagi masyarakat di antaranya timbulnya dendam, lahirnya permusuhan dan kebencian disertai hubungan persaudaraan yang renggang, sehingga keharmonisan menjadi rusak.
Rasulullah ﷺ bersabda :
مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ يَقْدِرُ عَلَى أَنْ يُنَفِّذَهُ دَعَاهُ اللَّهُ عَلَى رُءُوسِ الْخَلَائِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ فِي أَيِّ الْحُورِ شَاءَ
“Siapa yang bisa menahan marah, padahal dia mampu untuk melampiaskannya, maka pada Hari Kiamat kelak, Allah akan memanggilnya di hadapan para makhluk, kemudian dia disuruh untuk memilih bidadari, sesuai dengan keinginannya.” (HR. Tirmidzi).
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Ketiga, membaca ta’awwudz (a’uudzu billaahi minas syaithoonir rojiim). Selaras dengan firman Allah SWT :
وَاِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطٰنِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللّٰهِ ۗاِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
“Dan jika setan mengganggumu dengan suatu godaan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sungguh, Dialah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. Fusshilat : 36).
Cara ini juga sejalan dengan anjuran Rasulullah ﷺ :
إِنِّي لَأَعْلَمُ كَلِمَةً لَوْ قَالَهَا لَذَهَبَ عَنْهُ مَا يَجِدُ لَوْ قَالَ أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
“Sesungguhnya saya mengetahui suatu kalimat yang apabila ia membacanya, niscaya kemarahannya akan hilang, sekiranya ia mengatakan a’udzu billahi minasy syaithanir rajim.” (HR. Bukhari-Muslim).
Keempat, mengubah posisi. Rasulullah ﷺ bersabda :
إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ وَإِلَّا فَلْيَضْطَجِعْ
“Jika salah seorang dari kalian marah dan ia dalam keadaan berdiri, hendakah ia duduk. Jika rasa marahnya hilang (maka itu yang dikehendaki), jika tidak hendaklah ia berbaring.” (HR. Abu Dawud).
Kelima, berhenti bicara. Berhenti bicara saat kemarahan mulai menyergap akan menyelamatkan diri kita dari bertambahnya luapan amarah sehingga kita bisa terhindar dari perkataan yang akan kita sesali.
Hadirin yang Dimuliakan Allah SWT
Keenam, berwudu. Kemarahan adalah api yang membara di dada, membawa diri kita pada sikap yang bisa tidak terkendali bahkan sampai melakukan tindakan brutal dan bengis.
Air wudu akan memadamkan api kemarahan. Rasul ﷺ bersabda :
إِنَّ الْغَضَبَ مِنَ الشَّيْطَانِ، وَإِنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنَ النَّارِ، وَالْمَاءُ يُطْفِئُ النَّارَ، فَإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأْ
“Sesungguhnya marah itu dari setan, setan tercipta dari api, dan air mampu memadamkan api, maka jika salah seorang kalian marah hendaknya dia berwudu.” (HR. Bukhari).
Setiap muslim harus memiliki kecerdasan emosional dalam memanage kehidupan yang sarat ujian dan hal-hal yang tidak mengenakkan. Selalu saja ada permasalahan dalam hidup ini.
Masalah datang silih berganti yang jika kita tidak bersabar, akan meledak menjadi kemarahan besar yang membakar persaudaraan dan menghancurkan masa depan kita sendiri.
Mari, cerdas secara emosional sehingga kita mampu menangani berbagai persoalan dengan tenang, santun, dan mendatangkan kebaikan satu per satu, dengan izin Allah SWT. (*)