Dilarang Pakai Uang THR Lebaran Anak Sembarangan

--
RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Hari raya Idul Fitri di Indonesia memiliki tradisi membagikan uang kepada anak-anak. Ada yang menyebutnya sebagai THR Lebaran anak, duit raya, salam tempel, hingga uang fitrah.
Sering kali karena anak masih belum mengenal uang, maka uang tersebut dibawa oleh orang tuanya. Tak jarang, uang tersebut dipakai untuk kebutuhan sehari-hari.
Pertanyaannya, apakah orang tua berhak memakai uang THR Lebaran anak? Simak penjelasannya di bawah ini.
Hukum Pakai Uang THR Lebaran Anak
Secara umum, orang tua tidak boleh asal menggunakan uang THR Lebaran anak. Uang harus digunakan sesuai kepentingan dan manfaat anak. Dikutip dari NU Online sesuai penjelasan Syekh Wahbah Az-Zuhayli dalam Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, beberapa poin yang harus dipahami terkait penggunaan uang THR anak adalah:
1. Orang Tua Bertanggung Jawab atas Uang Anak
Orang tua berhak membawa uang anaknya ketika anaknya belum masuk usia mumayyiz, yakni ketika masih memiliki keterbatasan dan dia berhak mendapatkan perlindungan (kewalian) dari segi pribadi dan hartanya.
Dalam hal uang THR Lebaran, orang tua bertanggung jawab menjaga dan melindungi harta milik anaknya tersebut. Berikut dijelaskan oleh Syekh Wahbah Az-Zuhayli:
إذا كان للقاصر مال، كان للأب الولاية على ماله حفظاً واستثماراً باتفاق المذاهب الأربعة
Artinya: "Jika orang dengan 'keterbatasan' memiliki harta, maka seorang bapak memiliki hak perwalian atas harta anaknya berupa pemeliharaan dan pengembangan berdasarkan kesepakatan ulama empat mazhab."
2. Apa Saja yang Dilarang?
Tanggung jawab orang tua atas uang THR Lebaran anak, bukan berarti dapat digunakan sembarangan. Orang tua dilarang menggunakan uang tersebut untuk kepentingan pribadi orang tua.
Selain itu, orang tua juga tidak boleh uang tersebut pada transaksi atau akad yang murni merugikan anaknya. Bahkan orang tua juga tidak boleh menyedekahkan uang itu tanpa persetujuan anak, sebab kewalian bukan berarti pemilik uang tersebut.
"Transaksi wali pada harta pihak yang diwalikan terbatas pada kemaslahatan bagi pihak yang diwalikan. Wali tidak boleh melangsungkan transaksi yang murni mudharat seperti menghibahkan sebagian harta yang diwalikan, menyedekahkannya, atau berjual-beli dengan tingkat tinggi risiko penipuan. Transaksi itu menjadi batil," jelas Syekh Wahbah Az-Zuhayli dalam kitabnya.